selamat datang di rumah singgah penambah pengetahuan

SelaMat daTang di ruMah Singgah Penambah peNgeTahuan

Minggu, 24 November 2013

filsafat pendidikan



FILSAFAT PENDIDIKAN MATEREALISME DAN PRAGMATISME
A.    Latar Belakang
            Akal merupakan kelebihan yang dimiliki manusia dari mahluk lain. Dari akal pula muncul berbagai ilmu pengetahuan, karena pemikiran yang dilakukan akal bersumber pula dari ilmu-ilmu yang telah ada. Dan dengan kemampuan rasio pula manusia dapat menjangkau jauh dari sesuatu yang hanya terlihat, sesuatu di luar indera dan menemukan sebuah kebenaran filsafat.
 Dengan tingkat pemahaman manusia yang beragam menyebabkan perbedaaan pendapat tentang kebenaran yang di anut. Dan hal ini menimbulkan berbagi aliran dalam dunia filsafat, salah satunya adalah filsafat materialisme yang lebih menekankan pada kenyataan dan empirisme. Filsafat adalah pandangan tentang dunia dan alam yang dinyatakan secara teori. Filsafat adalah suatu ilmu dan suatu metode berpikir atau cara berpikir untuk memecahkan problem-problem gejala alam dan masyarakat. Filsafat merupakan sikap hidup manusia dan sebagai pedoman untuk bertindak dalam menghadapi gejala-gejala alam dan masyarakat.
Pragmatisme telah membawa perubahan yang besar tehadap budaya Amerika dari lewat abad ke 19 hingga kini. Fasafah ini telah dipengaruhi oleh Charles Darwin dengan teori evolusinya dan Albert Estein dengan teori relativitasnya. Falsafah ini cenderung kepada falsafah Epistemologi (cabang dari filsafat yang menyelidiki sumber-sumber serta kebenaran pengetahuan) dan aksiologi (penyelidikan terhadap nilai atau martabat dan tindakan manusia) dan sedikit perhatian terhadap metafisik. Pada awal perkembangannya, Pragmatisme lebih merupakan suatu usaha-usaha untuk menyatukan ilmu pengatahuan dan filsafat agar filsafat menjadi ilmiah dan berguna bagi kehidupan praktis manusia
B.     Rumusan Permasalahan
Berdasarkan hal diatas maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:
1.      Apakah defenisi dari materialisme dan pragmatisme itu sendiri?
2.      Bagaimana sejarah lahirnya aliran materialisme dan pragmatisme?
3.      Apakah prisip-prinsip yang terkandung didalamnya?
4.      Siapakah tokoh dari masing-masing aliran tersebut?


C.     PEMBAHASAN
1.      Pengertian Materialisme dan Pragmatisme
Pragmatisme berasal dari kata pragma (bahasa Yunani) yang berarti tindakan, perbuatan. Pragmatisme adalah suatu aliran yang mengajarkan bahwa yang benar apa yang membuktikan dirinya sebagai benar dengan perantaraan akibat-akibatnya yang bermanfaat secara praktis.2 Aliran ini bersedia menerima segala sesutau, asal saja hanya membawa akibat praktis. Pengalaman-pengalaman pribadi, kebenaran mistis semua bisa diterima sebagai kebenaran dan dasar tindakan asalkan membawa akibat yang praktis yang bermanfaat. Dengan demikian, patokan pragmatisme adalah “manfaat bagi hidup praktis”.
Kata pragmatisme sering sekali diucapkan orang. Orang-orang menyebut kata ini biasanya dalam pengertian praktis. Jika orang berkata, Rencana ini kurang pragmatis, maka maksudnya ialah rancangan itu kurang praktis. Pengertian seperti itu tidak begitu jauh dari pengertian pragmatisme yang sebenarnya, tetapi belum menggambarkan keseluruhan pengertian pragmatisme.
Pragmatisme adalah aliran dalam filsafat yang berpandangan bahwa kriteria kebenaran sesuatu ialah, apakah sesuatu itu memiliki kegunaan bagi kehidupan nyata. Oleh sebab itu kebenaran sifatnya menjadi relatif tidak mutlak. Mungkin sesuatu konsep atau peraturan sama sekali tidak memberikan kegunaan bagi masyarakat tertentu, tetapi terbukti berguna bagi masyarakat yang lain. Maka konsep itu dinyatakan benar oleh masyarakat yang kedua.
Materialisme adalah satu aliran filsafat yang pandangannya bertitik tolak dari materi. Materialisme memandang bahwa materi itu adalah primer, sedangkan ide ditempatkan sebagai sekundernya. Sebab materi itu timbul atau ada lebih dulu, kemudian baru ide. Pandangan materialisme itu berdasarkan atas kenyataan menurut proses waktu dan zat. Artinya :
·                     Menurut proses waktu: Lama sebelum manusia yang bisa mempunyai ide itu ada atau lahir di dunia, dunia dan alam atau materi ini sudah ada lebih dahulu.
·                       Menurut proses zat: Manusia ini tidak bisa berpikir atau tidak bisa mempunyai ide tanpa ada atau tanpa mempunyai otak. Dan otak itu adalah suatu materi. Otak itu adalah materi, tapi materi atau benda yang berpikir. Otak atau materi ini yang lebih dulu ada, baru kemudian bisa timbul ide atau pikiran pada kepala manusia
2.      Sejarah lahirnya aliran Materialisme dan Pragmatisme
Sejarah Lahirnya Aliran Filsafat Materialisme
            Demokritos (460-360 SM), merupakan pelopor pandangan materialisme klasik, yang disebut juga “atomisme”. Demokritos besrta para pengikutnya beranggapan bahwa segala sesuatu terdiri dari bagian-bagian kecil yang tidak dapat dibagi-bagi lagi (yang disebut atom). Atom-atom merupakan bagian dari yang begitu kecil sehingga mata kita tidak dapat melihatnya. Atom-atom itu bergerak, seehingga dengan demikian membentuk realitas pada pancaindera kita.
            Ludwig Feuerbach (1804-1872) mencanangkan suatu meta-fisika materialistis, suatu etika yang humanistis, dan suatu epistemology yang menjungjung tinggi pengenalan inderawi. Oleh karena itu, ia ingin mengganti idealisme Hegel (guru Feuerbach) dengan materialisme. Jadi, menurut Feuerbach, yang ada hanyalah materi, tidak mengenal alam spiritual. Kepercayaan terhadap Tuhan hanyalah merupakan suatu proyeksi dari kegagalan atau ketidakpuasan manusia mencapai cita-cita kebahagiaan dalam hidupnya. Dengan kegagalan tersebut manusia memikirkan suatu wujud di luar yang dikhayalkan memiliki kesempurnaan, yang merupakan sumber kebahagiaan manusia, suatu wujud yang bahagia secara absolute. Oleh karena iu, Tuhan hanyalah merupakan hasil khayalan manusia. Tuhan diciptakan oleh manusia itu sendiri, secara maya, padahal wujudnya tidak ada.
            Cabang materialisme yang banyak diperhatikan orang dewasa ini, dijadikan sebagai landasan berpikir adalah “Positivisme”. Menurut positivisme, kalau sesuatu itu memang ada, maka adanya itu adalah jumlahnya. Aguste Comte sebagai pelopor positivisme berpandangan bahwa “The highest form of knowledge is simple description presumably of sensory phenomena”(Runes, 1963:234). Comte membatasi pengetahuan pada bidang gejala-gejala sala (fenomena). Menurut Comte, terdapat tiga perkembangan berpkir yang dialami manusia, yaitu:
1.      Tingkatkan teologis (pola berpikir manusia dikuasai oleh tahayul dan prasangka)
2.      Tingkatkan metafisik (pola berpikir abstrak)
3.      Tingkatkan positif (pola berpikir yang mendasarkan pada sains)
            Zaman positif (Harun Hadiwijono, 1980) adalah zaman dimana orang tahu, bahwa tiada gunanya untuk berusaha mencapai pengetahuan yang mutlak, baik pengenalan teologi maupun metafisik. Ia tidak lagi melacak awal dan tujuan akhir dari seluruh alam semesta tapi berusaha menemukan hukum-hukum kesamaan dan aturan yang terdapat pada fakta-fakta yang telah dikenal atau disajikan kepadanya.
            Jadi, dikatakan positivisme, Karena mereka beranggapan bahwa yang dapat kita pelajari hanyalah berdasarkan fakta-fakt, berdasarkan data-data yang nyata, yaitu yang mereka namakan positif.
            Thomas Hobbes sebagai pengikut empirisme materialistis berpendapat bahwa pengalaman merupakan awal dari segala pengetahuan, juga awal pengetahuan tentang asas-asas yang diperoleh dan dikukuhkan oleh pengalaman. Hanya pengalamanlah yang memberi kepastian. Pengetahuan melalui akal hanya memiliki fungsi mekanis semata, sebab pengenalan dengan akal mewujudkan suatu proses penjumlahan dan pengurangan (Harun Hadiwijono, 1980).


Tidak ada komentar:

Posting Komentar