FILSAFAT
PENDIDIKAN MATEREALISME DAN PRAGMATISME
A. Latar
Belakang
Akal merupakan
kelebihan yang dimiliki manusia dari mahluk lain. Dari akal pula muncul
berbagai ilmu pengetahuan, karena pemikiran yang dilakukan akal bersumber pula
dari ilmu-ilmu yang telah ada. Dan dengan kemampuan rasio pula manusia dapat
menjangkau jauh dari sesuatu yang hanya terlihat, sesuatu di luar indera dan
menemukan sebuah kebenaran filsafat.
Dengan tingkat pemahaman manusia yang beragam
menyebabkan perbedaaan pendapat tentang kebenaran yang di anut. Dan hal ini
menimbulkan berbagi aliran dalam dunia filsafat, salah satunya adalah filsafat
materialisme yang lebih menekankan pada kenyataan dan empirisme. Filsafat
adalah pandangan tentang dunia dan alam yang dinyatakan secara teori. Filsafat
adalah suatu ilmu dan suatu metode berpikir atau cara berpikir untuk memecahkan
problem-problem gejala alam dan masyarakat. Filsafat merupakan sikap hidup
manusia dan sebagai pedoman untuk bertindak dalam menghadapi gejala-gejala alam
dan masyarakat.
Pragmatisme telah membawa
perubahan yang besar tehadap budaya Amerika dari lewat abad ke 19 hingga kini.
Fasafah ini telah dipengaruhi oleh Charles Darwin dengan teori evolusinya dan
Albert Estein dengan teori relativitasnya. Falsafah ini cenderung kepada
falsafah Epistemologi (cabang dari filsafat yang menyelidiki sumber-sumber
serta kebenaran pengetahuan) dan aksiologi (penyelidikan terhadap nilai atau
martabat dan tindakan manusia) dan sedikit perhatian terhadap metafisik. Pada
awal perkembangannya, Pragmatisme lebih merupakan suatu usaha-usaha untuk
menyatukan ilmu pengatahuan dan filsafat agar filsafat menjadi ilmiah dan
berguna bagi kehidupan praktis manusia
B. Rumusan Permasalahan
Berdasarkan hal diatas maka dapat
dirumuskan masalah sebagai berikut:
1. Apakah defenisi dari materialisme
dan pragmatisme itu sendiri?
2. Bagaimana sejarah lahirnya aliran
materialisme dan pragmatisme?
3. Apakah prisip-prinsip yang
terkandung didalamnya?
4. Siapakah tokoh dari masing-masing
aliran tersebut?
C.
PEMBAHASAN
1.
Pengertian
Materialisme dan Pragmatisme
Pragmatisme
berasal dari kata pragma (bahasa Yunani) yang berarti tindakan, perbuatan.
Pragmatisme adalah suatu aliran yang mengajarkan bahwa yang benar apa yang
membuktikan dirinya sebagai benar dengan perantaraan akibat-akibatnya yang
bermanfaat secara praktis.2 Aliran ini bersedia menerima segala sesutau, asal
saja hanya membawa akibat praktis. Pengalaman-pengalaman pribadi, kebenaran
mistis semua bisa diterima sebagai kebenaran dan dasar tindakan asalkan membawa
akibat yang praktis yang bermanfaat. Dengan demikian, patokan pragmatisme
adalah “manfaat bagi hidup praktis”.
Kata
pragmatisme sering sekali diucapkan orang. Orang-orang menyebut kata ini
biasanya dalam pengertian praktis. Jika orang berkata, Rencana ini kurang
pragmatis, maka maksudnya ialah rancangan itu kurang praktis. Pengertian
seperti itu tidak begitu jauh dari pengertian pragmatisme yang sebenarnya,
tetapi belum menggambarkan keseluruhan pengertian pragmatisme.
Pragmatisme
adalah aliran dalam filsafat yang berpandangan bahwa kriteria kebenaran sesuatu
ialah, apakah sesuatu itu memiliki kegunaan bagi kehidupan nyata. Oleh sebab
itu kebenaran sifatnya menjadi relatif tidak mutlak. Mungkin sesuatu konsep
atau peraturan sama sekali tidak memberikan kegunaan bagi masyarakat tertentu,
tetapi terbukti berguna bagi masyarakat yang lain. Maka konsep itu dinyatakan
benar oleh masyarakat yang kedua.
Materialisme adalah satu aliran
filsafat yang pandangannya bertitik tolak dari materi. Materialisme memandang
bahwa materi itu adalah primer, sedangkan ide ditempatkan sebagai sekundernya.
Sebab materi itu timbul atau ada lebih dulu, kemudian baru ide. Pandangan
materialisme itu berdasarkan atas kenyataan menurut proses waktu dan zat.
Artinya :
·
Menurut proses waktu: Lama sebelum
manusia yang bisa mempunyai ide itu ada atau lahir di dunia, dunia dan alam
atau materi ini sudah ada lebih dahulu.
·
Menurut proses zat: Manusia ini tidak
bisa berpikir atau tidak bisa mempunyai ide tanpa ada atau tanpa mempunyai
otak. Dan otak itu adalah suatu materi. Otak itu adalah materi, tapi materi
atau benda yang berpikir. Otak atau materi ini yang lebih dulu ada, baru
kemudian bisa timbul ide atau pikiran pada kepala manusia
2. Sejarah lahirnya aliran Materialisme
dan Pragmatisme
Sejarah Lahirnya Aliran Filsafat
Materialisme
Demokritos (460-360 SM), merupakan pelopor pandangan materialisme klasik, yang
disebut juga “atomisme”. Demokritos besrta para pengikutnya beranggapan
bahwa segala sesuatu terdiri dari bagian-bagian kecil yang tidak dapat
dibagi-bagi lagi (yang disebut atom). Atom-atom merupakan bagian dari yang
begitu kecil sehingga mata kita tidak dapat melihatnya. Atom-atom itu bergerak,
seehingga dengan demikian membentuk realitas pada pancaindera kita.
Ludwig Feuerbach (1804-1872) mencanangkan suatu meta-fisika materialistis,
suatu etika yang humanistis, dan suatu epistemology yang menjungjung tinggi
pengenalan inderawi. Oleh karena itu, ia ingin mengganti idealisme Hegel (guru
Feuerbach) dengan materialisme. Jadi, menurut Feuerbach, yang ada hanyalah
materi, tidak mengenal alam spiritual. Kepercayaan terhadap Tuhan hanyalah
merupakan suatu proyeksi dari kegagalan atau ketidakpuasan manusia mencapai
cita-cita kebahagiaan dalam hidupnya. Dengan kegagalan tersebut manusia
memikirkan suatu wujud di luar yang dikhayalkan memiliki kesempurnaan, yang
merupakan sumber kebahagiaan manusia, suatu wujud yang bahagia secara absolute.
Oleh karena iu, Tuhan hanyalah merupakan hasil khayalan manusia. Tuhan
diciptakan oleh manusia itu sendiri, secara maya, padahal wujudnya tidak ada.
Cabang materialisme yang banyak diperhatikan orang dewasa ini, dijadikan
sebagai landasan berpikir adalah “Positivisme”. Menurut positivisme, kalau
sesuatu itu memang ada, maka adanya itu adalah jumlahnya. Aguste Comte sebagai
pelopor positivisme berpandangan bahwa “The highest form of knowledge is
simple description presumably of sensory phenomena”(Runes, 1963:234). Comte
membatasi pengetahuan pada bidang gejala-gejala sala (fenomena). Menurut Comte,
terdapat tiga perkembangan berpkir yang dialami manusia, yaitu:
1.
Tingkatkan teologis (pola berpikir manusia dikuasai oleh tahayul dan prasangka)
2.
Tingkatkan metafisik (pola berpikir abstrak)
3.
Tingkatkan positif (pola berpikir yang mendasarkan pada sains)
Zaman positif (Harun Hadiwijono, 1980) adalah zaman dimana orang tahu, bahwa
tiada gunanya untuk berusaha mencapai pengetahuan yang mutlak, baik pengenalan
teologi maupun metafisik. Ia tidak lagi melacak awal dan tujuan akhir dari
seluruh alam semesta tapi berusaha menemukan hukum-hukum kesamaan dan aturan
yang terdapat pada fakta-fakta yang telah dikenal atau disajikan kepadanya.
Jadi, dikatakan positivisme, Karena mereka beranggapan bahwa yang dapat kita
pelajari hanyalah berdasarkan fakta-fakt, berdasarkan data-data yang nyata,
yaitu yang mereka namakan positif.
Thomas Hobbes sebagai pengikut empirisme materialistis berpendapat bahwa
pengalaman merupakan awal dari segala pengetahuan, juga awal pengetahuan
tentang asas-asas yang diperoleh dan dikukuhkan oleh pengalaman. Hanya
pengalamanlah yang memberi kepastian. Pengetahuan melalui akal hanya memiliki
fungsi mekanis semata, sebab pengenalan dengan akal mewujudkan suatu proses
penjumlahan dan pengurangan (Harun Hadiwijono, 1980).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar