BAB
1
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Setiap manusia yang ada di dunia ini pasti harus
bisa mempertahankan dirinya masing-masing. Banyak cara yang ditempuh manusia
untuk mempertahankan hidupnya. Salah satu cara yang bisa ditempuh untuk
mempertahankan hidupnya adalah dengan menjalankan bisnis. Bisnis bisa diartikan
sebagai organisasi yang menyediakan barang atau jasa dengan maksud mendapatkan
laba (keuntungan). Seiring dengan perkembangan zaman, dunia bisnis pun menjadi
semakin marak. Dengan berkembangnya dunia bisnis ini, kebutuhan dana menjadi
hal yang tak dapat dielakkan lagi baik oleh kalangan usahawan perseorangan
maupun usahawan yang tergabung dalam suatu badan hukum di dalam mengembangkan
usahanya maupun di dalam meningkatkan mutu produknya, sehingga dapat dicapai
suatu keuntungan yang memuaskan maupun tingkat kebutuhan bagi kalangan lainnya.
Untuk memenuhi kebutuhan dana tersebut, saat ini
semakin banyak orang yang mendirikan suatu lembaga pembiayaan yang bergerak di
bidang penyediaan dana ataupun barang yang akan dipergunakan oleh pihak lain di
dalam mengembangkan usahanya. Lembaga pembiayaan tersebut merupakan lembaga
keuangan non bank. Yang membedakan lembaga pembiayaan tersebut dengan bank
adalah bank mengambil dana secara lansung dari masyarakat sedangkan lembaga
pembiayaan tidak mengambil dana secara langsung dari masyarakat. Salah satu
lembaga pembiayaan yang berkembang pesat saat ini adalah sewa guna usaha atau
biasa disebut juga dengan Leasing.
Saat ini, leasing merupakan salah satu cara
perusahaan memperoleh asset atau kepemilikan tanpa harus melalui proses yang
berkepanjangan. Semuanya telah diatur oleh perusahaan leasing yang disediakan
oleh berbagai perusahaan. Leasing juga merupakan salah satu langkah
penghindaran resiko tinggi yang saat ini sudah disadari oleh para usahawan yang
ada. Bila dilihat dari propspek kebutuhan pembangunan, usaha leasing jelas
dapat berkembang pesat dan memainkan peranan aktif sebagai lembaga keuangan
baru, yang khusus bergerak dalam penyediaan barang modal, sebagai alternative
sumber pembiayaan suatu perusahaan bisnis dan mempunyai harapan untuk memenuhi
kebutuhan pasarnya yang luas.
Potensi bisnis leasing di Indonesia sudah lama
diamati oleh para penanam modal. Sebelum tahun 1980, jumlah perusahaan leasing
yang beroperasi 5 buah. Kemudian melalui kampanye penggalangan usaha di bidang
leasing oleh pemerintah, animo investor terus meningkat. Tahun 1988 di Jakarta
saja sudah tercatat 83 buah perusahaan leasing yang sudah menjalankan
operasinya, bahkan sudah dibentuk Asosiasi Leasing Indonesia (ALI). Beberapa
perusahaan besar juga bergabung dalam Asosiasi Leasing Indonesia, seperti Adira
Finance dan Adira Kredit.
Salah satu pihak yang terlibat dalam leasing adalah
lessee. Lesse merupakan perusahaan atau pihak yang memperoleh pembiayaan dalam
bentuk barang modal dari pihak lessor.
B.
Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas penulis dapat
merumuskan beberapa rumusan masalah, sebagai berikut :
1.
Apakah pengertian leasing ?
2.
Apakah pengertian lessee
3.
Apakah keuntungan menggunakan leasing ?
4.
Bagaimanakah pencatatan transaksi leasing pada penyewa atau leasse ?
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Leasing
Leasing (sewa-guna-usaha) adalah setiap kegiatan pembiayaan perusahaan dalam bentuk penyediaan barang-barang modal untuk
digunakan oleh suatu perusahaan untuk jangka waktu tertentu, berdasarkan
pembayaran-pembayaran secara berkala disertai dengan hak pilih bagi perusahaan
tersebut untuk membeli barang-barang modal yang bersangkutan atau memperpanjang
jangka waktu leasing berdasarkan nilai sisa uang yang telah disepakati bersama.
Dengan melakukan leasing perusahaan dapat memperoleh barang modal dengan jalan sewa beli untuk dapat langsung
digunakan berproduksi, yang dapat diangsur setiap bulan, triwulan atau enam
bulan sekali kepada pihak lessor.
Melalui pembiayaan leasing perusahaan dapat memperoleh barang-barang modal untuk operasional dengan mudah dan
cepat. Hal ini sungguh berbeda jika kita mengajukan kredit kepada bank yang
memerlukan persyaratan serta jaminan yang besar. Bagi perusahaan yang modalnya kurang atau menengah, dengan
melakukan perjanjian leasing akan dapat membantu perusahaan dalam menjalankan
roda kegiatannya. Setelah jangka leasing selesai, perusahaan dapat membeli
barang modal yang bersangkutan. Perusahaan yang memerlukan sebagian barang
modal tertentu dalam suatu proses produksi secara tibatiba, tetapi tidak
mempunyai dana tunai yang cukup, dapat mengadakan perjanjian leasing untuk
mengatasinya. Dengan melakukan leasing akan lebih menghemat biaya dalam hal
pengeluaran dana dibanding dengan membeli secara tunai.
Di Indonesia leasing baru dikenal melalui Surat Keputusan
Bersama Menteri Keuangan dan Menteri Perdagangan Republik Indonesia dengan
No.KEP-122/MK/IV/2/1974, No.32/M/SK/2/1974, dan No.30/Kpb/I/1974 tanggal 7
Februari 1974 tentang perizinan usaha leasing. Sejalan dengan perkembangan waktu dan perekonomian Indonesia permasalahan yang melibatkan leasing semakin banyak dan
kompleks. Mulai dari jenis leasing yang paling sederhana sampai yang rumit.
Kata leasing sebenarnya berasal dari kata to
lease yang bearti menyewakan. Leasing sebagai suatu jenis kegiatan dapat
dikatakan masih baru atau muda dalam kegiatan yang dilakukan di Indonesia,
yaitu baru dipakai pada tahun 1974. Di Indonesia sendiri sudah ada beberapa
perusahaan leasing yang statusnya sebagai suatu lembaga keuangan non bank.
Pengertian leasing menurut surat Keputusan Bersama
Menteri Keuangan dan Menteri Perdagangan dan Industri Republik
Indonesia No. KEP- 122/MK/IV/2/1974, Nomor 32/M/SK/2/1974, dan Nomor
30/Kpb/I/1974 tanggal 7 Februari 1974 adalah: ”Setiap kegiatan pembiayaan
perusahaan dalam bentuk penyediaan barang-barang modal untuk digunakan oleh
suatu perusahaan untuk jangka waktu tertentu, berdasarkan pembayaran-pembayaran
secara berkala disertai dengan hak pilih bagi perusahaan tersebut untuk membeli
barang-barang modal yang bersangkutan atau memperpanjang jangka waktu leasing
berdasarkan nilai sisa uang telah disepakati bersama”.
Sedangkan menurut Hermansyah, leasing adalah badan
usaha yang melakukan usaha pembiayaan dalam bentuk penyediaan barang modal,
baik secara finance lease, maupun operating lease,untuk digunakan oleh penyewa
guna usaha selama jangka waktu tertentu berdasarkan pembayaran secara berkala.
Equipment Leasing Association di London memberikan
definisi leasing sebagai berikut: “Leasing adalah perjanjian antara lessor dan
lessee untuk menyewa sesuatu atas barang modal tertentu yang dipilih/ditentukan
oleh lessee. Hak pemilikan barang modal tersebut ada pada lessor sedangkan
lessee hanya menggunakan barang modal tersebut berdasarkan pembayaran uang sewa
yang telah ditentukan dalam jangka waktu tertentu”.
Leasing adalah segala kegiatan pembiayaan
perusahaan dalam bentuk penyediaan barang-barang modal yang penggunaannya
diserahkan pada suatu perusahaan, melalui pembayaran secara berkala dalam
jangka waktu tertentu. Lease(Sewa GunaTanah) adalah Kontrak yang
menetapkan syarat-syarat pengalihan hak pengalihan harta atau aktiva kepada
lease oleh pemiliknya, yaitu Lessor.
Pada awalnya leasing adalah bentuk taransaksi sewa menyewa yang
sederhana saja, kemudian keadaanya menjadi semangkin berkembang sehingga
leasing harus di bebenkan antara Financial lease atau Capital lease dan
Operating lease. Perkembangan berikutnya dari pada bentuk-bentuk leasing adalah
semangkin rumit dan bermacam-macam sehingga para ahli ekonomi merasa perlu
untuk mengadakan penggolongan yang lebih lengkap dan teperinci.
B.
Pengertian Lessee
Lesse adalah pihak yang bertindak sebagai
penyewa aktiva (jenis barang modal tertentu) milik lessor dalam perjanjian
leasing, dimana dalam hal ini lesse akan membayarkan uang sewa yang telah
ditetapkan dalam jangka waktu tertentu.
Lessee adalah perusahaan atau
perorangan yang menggunakan barang modal dengan pembiayaan dari lessor. Lessee dilarang menyewa-guna-usahakan kembali barang modal yang
disewa-guna-usaha kepada pihak lain, kecuali Lessee yang memang bergerak di bidang
usaha persewaan.
Dalam hal lessee memilih
untuk memperpanjang jangka waktu perjanjian sewa-guna-usaha, maka nilai sisa
barang modal yang disewa-guna-usahakan digunakan sebagai dasar dalam menetapkan
piutang sewa-guna-usaha. Pada saat berakhirnya masa
sewa-guna-usaha dari transaksi sewa-guna-usaha dengan hak opsi, lessee dapat
melaksanakan opsi yang telah disetujui bersama pada permulaan masa
sewa-guna-usaha. Dalam hal lessee menggunakan hak opsi membeli maka dasar
penyusutannya adalah nilai sisa barang modal. Opsi untuk membeli dilakukan
dengan melunasi pembayaran nilai sisa barang modal yang disewa-guna-usaha.
Bagi
Lesse ada beberapa kriteria yang berlaku, diantaranya adalah sebagai berikut :
1.
Lease
mengalihkan pemilikan harta kepada lesse pada akhir periode lease
2.
Lease
memuat opsi pembelian dengan harga murah
3.
Jangka
lease sama dengan atau lebih dari 75% taksiran umur ekonomis harta yang dilease
4.
Nilai sekarang pembayaran lease minimum, tidak termasuk bagian yang
merupakan biaya eksekutori, sama dengan atau lebih besar daripada 90% nilai
pasar wajar harta
Bagi
pihak lessee ada beberapa keuntungan yang dapat diperoleh dari kegiatan melease
dari pada membeli, keuntungan tersebut diantaranya adalah sebagai berikut :
1)
Tanpa
ada uang muka.
Hal ini sangat membantu sebuah perusahaan yang membutuhkan modal tetapi
tidak mempunyai kas yang cukup karena dalam melease tidak ada uang muka yang
harus dibayar.
2)
Menghindari
resiko pemilikan
Dengan melease aktiva, pihak lesse juga dapat menghindari resiko
pemilikan seperti kerusakan, krisis ekonomi, bencana alam, dll, karena aktiva
tersebut adalah milik pihak lessor.
3)
Flexibility
Dalam hal ini, jika harta atau aktiva tersebut di lease,
perusahaan sewaktu-waktu dapat dengan lebih mudah mengganti harta atau aktiva
lainnya sesuai dengan perkembangan zaman dan respon terhadap perubahan
MEKANISME
LEASING
Dalam transaksi leasing
sekurang-kurangnya melibatkan 4 pihak yang berkepentingan, antara lain:
1. Lessor
Yaitu
perusahaan leasing atau pihak yang memberikan jasa pembiyaan kepada pihak lesse
dalam bentuk barang modal. Dalam finance lease, lessor bertujuan untuk mendapatkan kembali biaya yang telah
dikeluarkan untuk membiayai penyediaan barang modal dengan mendapatkan
keuntungan. Sedangkan dalam operating lease, lessor bertujuan untuk mendapatkan
keuntungan dari penyediaan barang dan pemberian jasa-jasa yang berkenaan dengan
pemeliharaan dan pengoperasian barang modal tersebut.
2. Leasse
Yaitu
perusahaan atau pihak yang memperoleh pembiyaan dalam bentuk barang modal dari
lessor. Dalam finance lease, lesse bertujuan untuk mendapatkan pembiyaan berupa
barang atau peralatan dengan cara pembayaran angsuran atau secara berkala.
Sedangkan dalam operating lease, lesse bertujuan dapat memenuhi peralatannya
disamping tenaga operator dan perawatan alat tersebut tanpa resiko bagi lesse
terhadap kerusakan.
3. Pemasok
Yaitu
perusahaan atau pihak yang mengadakan atau menyediakan barang untuk dijual kepada lesse dengan pembayaran secara
tunai oleh lessor. Dalam finance lease, pemasok langsung menyerahkan barang
kepada lesse tanpa melalui pihak lessor sebagai pihak yang memberikan
pembiyaan. Sedangkan dalam operating lease, pemasok menjual barangnya langsung
kepada lessor dengan pembayaran sesuai dengan kesepakatan kedua belah pihak
secara tunai maupun secara berkala.
4. Bank
atau Kreditor
Dalam
suatu perjanjian kontrak leasing, pihak bank atau kreditor tidak terlibat
secara langsung dalam kontrak tersebut tetapi bank memegang peranan dalam hal
penyediaan dana kepada lessor. Dalam hal ini, tidak menutup kemungkinan pemasok
menerima kredit dari bank.
Keterangan
Gambar
1. Lesse menghubungi pemasok untuk
pemilihan dan penentuan jenis barang, spesifikasi, harga, jangka waktu
penagihan, dan jaminan purna jual atas barang yang akan disewa.
2. Lesse melakukan negosiasi dengan
lesor mengenai kebutuhan pembiyaan barang modal. Dalam hal ini, lesse dapat
meminta lease quotation yang tidak mengikat dari lessor. Dalam quotation
terdapat sayrat-syarat pokok pembiyaan leasing, antara lain: keterangan barang,
harga barang, cash security deposit, residual value, asuransi, biaya
administrasi, jaminan uang sewa (lease rental), dan persyaratan lainnya.
3. Lessor mengirimkan letter of offer
atau commitment letter kepada lesse yang berisi syarat-syarat pokok persetujuan
lessor untuk membiayai barang modal yang dibutuhkan lesse menandatangani dan
mengembalikannya kepada lessor.
4. Penandatangan kontrak leasing
setelah semua persyaratan dipenuhi lesse dimana kontrak tersebut mencakup
hal-hal: pihak-pihak yang terlibat , hak milik, jangka waktu,
jasa leasing, opsi bagi lesse,
penutupan asuransi, tanggung jawab atas objek leasing,
perpajakan jadwal pembayaran
angsuran sewa dan sebagainya.
5. Pengiriman order beli kepada pemasok
disertai instruksi pengiriman barang kepada lesse sesuai dengan tipe dan
spesifikasi barang yang telah disetujui.
6. Pengiriman barang dan pengecekan
barang oleh lesse sesuai peranan serta menandatangani surat tanda terima dan
perintah bayar yang selanjutnya diserahkan kepada pemasok.
7. Penyerahan dokumen oleh pemasok
kepada lessor termasuk faktur dan bukti-bukti
kepemilikan barang lainnya.
8. Pembayaran oleh lessor kepada
pemasok
9. Pembayaran sewa (lease payment)
secara berkala oleh lessee kepada lesor selama
leasing yang seluruhnya mencakup
pengembalian jumlah yang dibiayai beserta bunganya.
1.1 Manfaat Leasing
Adapun
manfaat dari leasing adalah:
a. Apabila
seorang pengusaha tidak mempunyai modal atau hanya mempunyai modal terbatas,
tetpai ingin mendirikan sebuah pabrik, ia dapat memperolehnya dengan leasing.
b. Perusahaan
dapat memperoleh barang modal dengan jalan sewa beli, yang dapat diagsur setiap
bulan atau setiap triwulan kepada lessor.
c. Dapat
diperoleh dalam waktu cepat.
d. Memberikan
kesempatan pada perusahaan untuk bernafas dan perusahaan tersebut dapat memiliki
barang modal yang bersangkutan.
e. Menghemat
pengeluaran dana tunai.
Dalam Hukum Perdata, ada tiga bentuka ikatan yang mirip
satu sama lainnya, namun berlainan dalam hukumnya yaitu antara sewa guna usaha,
sewa beli, dan jual beli secara angsuran.
Persamaan antara perjanjian sewa guna usaha dengan
perjanjian sewa beli dan jual beli secara angsuran adalah bahwa pada perjanjian
leasing, lessee membayar imabalan
jasa kepada lessor dalam waktu
tertentu. Sedangkan pada perjanjian sewa beli dan jual beli secara angsuran,
pembeli membayar angsuran kepada penjual dalam jangka waktu tertentu sesuai
dengan perjanjian.
Sedangkan perbedaannya dapat
diuraikan, antara lain sebagai berikut:
Perjanjian
Leasing
|
Perjanjian
Sewa Beli dan Jual Beli Secara Angsuran
|
1. Lessor
adalah pihak yang menyediakan
dana dan membiayai seluruh pembelian barang tersebut.
|
Harga pembelian barang
sebagian kadang-kadang dibayar oleh pembeli,. Jadi penjual tidak membiayai
seluruh harga beli barang yang bersangkutan.
|
2. Masa
leasing biasanya ditetapkan sesuai dengan perkiraan umur kegunaan barang.
|
Jangka waktu tidak
memperhatikan baik pada perkiraan umur kegunaan barang maupun kemampuan
pembeli mengangsur harga barang.
|
3. Pada
akhir masa leasing, lessee dapat menggunakan hak opsinya untuk membeli barang
yang bersangkutan, sehingga hak milik atas barang beralih pada lessee.
|
Pada akhir masa
perjanjian, hak milik atas barang dengan sendirinya beralih pada pembeli. Hak
milik atas barang beralih dari penjual pada pembeli pada saat barang
diserahkan oleh penjual.
|
Sifat Lease (Nature of Leases)
Sifat
lease antara lain sebagai berikut:
a)
Ketentuan Pembatalan
(Cancellation Provisions)
·
Sifat ini tidak dapat dibatalkan.
b)
Periode Lease (Lease Term)
·
Periode waktu mulai dari awal
hinggi akhir lease.
·
Tanggal pemrakarsaan lease
didefinisikan sebagai tanggal perjanjian lease.
c)
Akhir Jangka Lease adalah
akhir periode yang ditetapkan dimana pembatalan tidak boleh dilakukan ditambah
semua periode, jika ada, yang diliput opsi pembaharuan dengan harga murah atau
ketentuan lain bahwa, pada tanggal terjadinya lease sudah ada indikasi kuat
bahwa lease itu diperbarui.
d)
Opsi pembelian dengan harga
murah (Bargain Purchases Option) Lease kerap kali mengandung ketentuan yang memberikan hak kepada lesse
untuk membeli harta yang dilease pada suatu hari di masa depan. Harga beli yang
pasti atau harga opsi dapat ditetapkan meskipun dalam beberapa kasus harga
tersebut dinyatakan sebagai nilai pasar wajar pada tanggal opsi dimanfaatkan.
Jika harga opsi yang telah ditetapkan ini diperkirakan jauh lebih kecil
dibandingkan dengan harga atau nilai pasar wajar pada tanggal pemanfaat opsi
pembelian, maka dalam hal ini sudah tersirat opsi pembelian dengan harga murah.
e)
Nilai sisa atau residu
(Residual Value)
Nilai pasar harta yang dilease pada akhir periode lease disebut nilai
sisa atau residu. Dalam beberapa lease, periode lease melampaui umur ekonomis
aktiva. Dalam lease lainnya periode lease lebih singkat dan nilai residu tidak
ada. Jika lesse dapat membeli aktiva itu pada akhir periode lease dengan harga
yang jauh lebih kecil daripada nilai residunya, maka opsi pembelian dengan
harga murah sudah ada, dan dapat diandalkan bahwa lesse akan melaksanakan opsi
ini dan membeli aktiva tersebut. Beberapa kontrak lease mewajibkan lesse atau
pihak ketiga yang ditunjuk untuk menjamin nilai residu minimum aktiva. Dan jika
nilai pasar wajar pada akhir periode lease turun di bawah nilai residu yang
dijamin, maka lesse atau pihak ketiga harus membayar selisih tersebut.
f)
Pembayaran lease minimum
(Minimum Lease Payments) yaitu pembayaran sewa yang
diminta selama periode lease ditambah dengan jumlah yang harus dibayar untuk
nilai residu, entah melalui opsi pembelian dengan harga murah atau penjaminan
nilai sisa. Pembayaran sewa kadang-kadang mencakup beban asuransi,
pemeliharaan, dan pajak yang timbul atas harta yang lease. Pengeluaran itu
disebut biaya eksekutori dan
tidak dimasukkan sebagai bagian dari pembayaran lease minimum. Jika lessor
memasukkan beban untuk penyisihan labanya di dalam biaya ini, maka laba
tersebut juga dianggap sebagai biaya eksekutori.
g)
Suku Bunga Pinjaman
Inkremental (Incremental Borrowing Rate) adalah Suku bunga yang akan ditanggung lease jika ia meminjam sejumlah
uang yang diperlukan untuk membeli aktiva yang dilease, dan didalamnya
diperhitungkan keaaddaan keuangan lesse dan kondisi yang berlaku dipasar.
h)
Suku Bunga Implisit (Implicit Interest Rate) adalah suku bunga yang akan digunakan untuk mendiskontokan
pembayaran lease minimum ke nilai pasar wajar aktiva pada saat lease
terjadi.
Financial Accounting Standard
Board no.13 yang dikemukakan oleh Englowood Cliffs (1982: 9 – 12 )
Jika di pandang dari segi leasse,leasing juga terbagi atas dua jenis
yang terdiri atas sebagai berikut :
1. Financial Lease
Ciri utama pada financial lease ini ialah pada akhir
kontrak lessee mempunyai hak pilih (hak opsi) untuk membeli barang modal sesuai
dengan nilai sisa yang disepakati, atau mengembalikannya kepada lessor, atau
memperpanjang masa kontrak sesuai syarat-syarat yang telah disetujui bersama
Perusahaan leasing pada jenis ini berlaku sebagai
suatu lembaga keuangan. Lessee yang akan
membutuhkan suatu barang modal menentukan sendiri jenis serta spesifikasi dari
barang yang dibutuhkan. Lessee juga mengadakan negoisasi langsung dengan
supplier mengenai harga, syarat-syarat perawatan serta hal-hal lain yang
berhubungan dengan pengoperasian barang tersebut.
Lessor akan mengeluarkan dananya untuk membayar barang
tersebut kepada supplier dan kemudian barang tersebut diserahkan kepada lessee.
Sebagai imbalan atas jasa pengguanaan barang tersebut lessee akan membayar
secara berkala kepada lessor sejumlah uang yang berupa rental untuk jangka
waktu tertentu yang telah disepakati bersama.
2. Operating
Lease
Pada operating lease, lessor membeli barang dan
kemudian menyewakan kepada lessee untuk jangka waktu tertentu. Dalam praktik lessee membayar rental yang besarnya secara
keseluruhan tidak meliputi harga barang serta biaya yang telah dikeluarkan oleh
lessor.
Di dalam menentukan besarnya pembayaran lease,
lessor tidak memperhitungkan biaya-biaya tersebut karena setelah masa lease
berakhir diharapkan harga barang tersebut masih cukup tinggi. Di sini jelas
tidak ditentukan adanya nilai sisa serta hak opsi bagi lessee.
Jenis-jenis Lease
1. Finance Leasing (sewa guna
usaha pembiayaan)
Dalam sewa guna usaha ini, perusahaan sewa guna
usaha (lessor) adalah pihak yang membiayai penyediaan barang modal. Penyewa
guna usaha (lessee) biasanya memilih barang modal yang dibutuhkan dan atas nama
perusahaan sewa guna usaha, sebagai pemilik barng modal tersebut, melakukan
pemesanan, pemeriksaan dan pemeliharaan barang modal yang menjadi objek
transaksi leasing. Lessor akan mengeluarkan dananya untuk membayar barang
tersebut kepada supplier dan kemudian barang tersebut diserahkan kepada lessee.
Sebagai imblan atau jasa penggunaan barang tersebut lesse akan membayar secara
berkala kepada lessor sejumlah uang yang beruba uang rental untuk jangka waktu
tertentu yang telah disepakati bersama. Jumlah rental ini secar keseluruhan
akan meliputi harga barang yang dibayar oleh lessor ditambah fktor bunga serta
keuntungan pihak lessor.
Selanjutnya capital atau finance lease masih bias dibedakan menjadi 2,
yaitu :
a.
Direct finance lease
Transaksi
ini terjadi jika lessee sebelumny belum pernah memilike barang yang dijadikan
objek lease. Secara sederhana bisa dikatakan bahwa lessor membeli suatu barang
atas permintaan lesse dan akan dipergunakan oleh lessee.
b.
Sale and lease back
Dalam
transaksi ini lesse menjual barang yang telah dimilikinya kepada lessor. Atas
barang yang sama ini kemudian dilakukan uatu konrak leasing antara lesse dengan
lessor. Dengan memperhatikan mekanisme ini, maka perjanjian ini memiliki tujuan
yang berbeda dibandingkan direct finance lease. Di sini lesse memerlukan cash
yng bisa dipergunakan untuk tambahan modal kerja atau untuk kepentingan
lainnya. Bisa dikatakan bahwa dengan sistem saale and lease back memungkinkan
lessor memberikan dana untuk keperluan pa saja kepada kliennya dan tentu saja
dana yang dibutuhkana sesuai dengan nilai objek barang lease.
2.
Operating lease (sewa menyewa biasa)
Dalam
sewa guna usaha ini, perusahaan sewa guna usaha membeli barang modal dan
selanjutnya disewagunakan kepada penyewa guna usaha. Berbeda dengan finance
lease, jumlah seluruh pembayaran sewa guna usaha berkala dalam operating lease
tidak mencakup jumlah biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh barang modal
tersebut berikut dengan bunganya. Perbedaan ini disebabkan perusahaan sewa guna
usaha mengharapkan keuntungan justru dari penjualan barang modal yang disewa
guna usahakan atau melalui beberapa kontrak sewa guna usaha lainnya. Perusahaan
sewa guna usaha dalam operating lease biasanya bertanggung jawab atas biaya –
biaya pelaksanaan sewa guna usaha seperti asuransi, pajak maupun pemeliharaan
barang modal yang bersangkutan.
3.
Sales – typed lease (sewa guna usaha penjualan)
Suatu
transaksi sewa guna usaha, dimana produsen atau pabrikan juga berperan sebagai
perusahaan sewa guna usaha sehingga jumlah traksaksi termasuk bagian laba sudah
diperhitungkan oleh produsen atau pabrikan.
4.
Leveraged Lease
Suatu
transaksi sewa guna usaha, selain melibatkan lessor dan lessee juga melibatkan
bank atau kreditor jangka panjang yang membiayai bagian terbesar transaksi.
5.
Cross Border Lease
Transaksi
pada jenis ini merupakan suatu transaksi leasing yang dilakukan dengan melewati
batas suatu negara. Dengan demikian antara lessor dan lesse yang dilakukan
dengan melewati batas suatu negara. Dengan demikian antara lessor dan lesse
terletak pada dua negara berbeda.
C.
Lessee
Perlakuan akuntansi untuk transaksi Leasing disesuaikan
dengan jenis sewanya masing-masing:
Kejadian-kejadian yang terjadi di perusahaan
setelah diidentifikasi barulah dilakukan pencatatan. Berikut ini akan dijelaskan
cara memperlakukan transaksi yang terjadi menurut Standar Akuntansi Keuangan
(PSAK no. 30). Perlakuan akuntansi berbeda-beda pada tiap transaksi pada setiap
jenis lease.
1. Pada Capital Lease
a)
Transaksi sewa guna usaha diperlakukan dan dicatat sebagai aktiva tetap dan
kewajiban pada awal masa sewa guna usaha sebesar nilai tunai dari seluruh
pembayaran sewa guna usaha ditambah nilai sisa (harga opsi) yang harus dibayar
oleh penyewa guna usaha pada akhir masa sewa guna usaha. Selama masa sewa guna
usaha setiap pembayaran sewa guna usaha dialokasikan dan dicatat sebagai
angsuran pokok kewajiban sewa guna usaha dan beban bunga berdasarkan tingkat
bunga yang diperhitungkan terhadap sisa kewajiban penyewa guna usaha.
b)
Tingkat diskonto yang digunakan untuk menentukan nilai tunai dari pembayaran
sewa guna usaha adalah tingkat bunga yang dibebankan oleh perusahaan sewa guna
usaha atau tingkat bunga yang berlaku pada awal sewa guna usaha.
c)
Aktiva yang disewaguna usahakan harus diamortisasi dalam jumlah yang wajar
berdasrskan taksiran masa manfaatnya.
d)
Kalau aktiva yang disewa guna usaha dibeli sebelum berakhirnya masa sewa guna
usaha, maka perbedaan antara pembayaran yang dilakukan dengan sisa kewajiban
dibebankan atau dikreditkan pada tahun berjalan.
e)
Kewajiban sewa guna usaha harus disajikan sebagai kewajiban lancar dan jangka
panjang sesuai praktek yang lazim untuk jenis usaha penyewa guna usaha.
f)
Dalam hal melakukan penjualan dan penyewaan kembali (sales and leaseback) maka
transkasi tersebut haru dilakukan sebagai dua transaksi terpisah, yaitu
transaksi penjualan dan trandsaksi sewa guna usaha. Selisih antara harga jual
dan nilai buku aktiva yang dijual harus diakui dan dicatat sebagai keuntungan
atau kerugian yang ditangguhkan. Amortisasi atas keuntungan atau kerugian yang
ditangguhkan harus dilakukan secara perporsional dengan biaya amortisasi aktiva
yang disewa guna usaha apabila leaseback merupakan capital lease atau secara
proporsional dengan biaya sewa apabila leaseback merupakan operating lease.
2. Pada Sewa Menyewa Biasa (Operating Lease)
Pembayaran sewa guna usaha selama tahun berjalan
merupakan biaya sewa yang diakui dan dicatat berdasarkan metode garis lurus
selama masa sewa guna usaha, meskipun pembayaran sewa guna usaha dilakukan
dalam jumlah yang tidak sama pada setiap periode.
Barang modal yang disewagunausahakan harus
diperlakukan dan dicatat sebagai aktiva sewa guna usaha berdasarkan harga
perolehan. Penyusutan aktiva yang disewagunausahakan harus dilukan dalam jumlah
yang layak berdasarkan taksiran masa manfaatnya. Kalau aktiva yang
disewagunausahakan dijual maka perbedaan antara nilai buku dan harga jual harus
diakui dan dicatat sebagai keuntungan atau kerugian tahun berjalan.
Untuk memudahkan memahami penjelasan diatas dibawah ini disajikan
ilustrasi sederhana atas perlakuan akuntansi finance lease.
Tanggal 1 April 2010 Andi melakukan transaksi finance lease sebuah Truk
senilai Rp. 90.000.000, nilai
residu aset diperkirakan sebesar Rp. 20.000.000 jangka waktu sewa selama 6
tahun dengan tingkat bunga sebesar 12 % per tahun. Umur ekonomis aktiva 8
tahun.Metode penyusutan garis lurus.
Perhitungan :
Nilai aktiva Rp.
90.000.000
nilai sewa per bulan : Rp. 90.000.000 / 72 bulan
= Rp
1.250.000/bulan
Beban Bunga
= Rp 900.000/bulan
Penyusutan
=
= Rp 729.200/bulan
Jurnal yang dibuat oleh Lessee
adalah sebagai berikut :
1 April 2010 Jurnal pada awal perjanjian
Aset lease Rp.
90.000.000
Utang
lease
Rp. 90.000.000
1 April 2010 Saat pembayaran sewa pertama
Utang lease Rp.
1.250.000
Beban bunga Rp.
900.000
Kas bank Rp.
2.150.000
30 April 2010 Pengakuan penyusutan aset
Beban Depresiasi Aset Lease Rp.
729.200
Akumulasi
Depresiasi aset lease
Rp. 729.200
Akuntansi Lease
a.
Akuntansi untuk Lease Operasi –
Lesse
Dalam hal sewa guna usaha diperlakukan sebagai
operating lease, transaksi leasing oleh pihak penyewa dicatat sebagai transaksi
sewa-menyewa biasa. Dengan demikian pembayaran sewa berkala dicatat debet
akun Beban Sewa, dan kredit akun Kas. Apabila dalam perjanjian sewa
guna usaha ditetapkan pembayaran berkala dalam jumlah yang berbeda, beban sewa
untuk setiap periode dihitung dengan menggunakan Metode Garis Lurus
(Straight Line Method).
Contoh 1:
Misalkan persyaratan lease untuk
peralatan pabrik adalah pembayaran biaya lease sebesar Rp 40.000 setiap tahun. (pembayaran tiap
tahunnya sama).
Jurnal pembayaran sewa setahun
adalah:
Beban Sewa Rp 40.000
Kas Rp 40.000
* Lease operasi dengan pembayaran
sewa yang berbeda
Jika pembayaran sewa berbeda selama
periode lease, maka:
1. Beban sewa harus diakui berdasarkan garis lurus, kecuali basis lain yang sistematik dan masuk akal
lebih menggambarkan pola waktu di mana manfaat penggunaan diperoleh dari harta
yang di lease.
2.
Pada saat mencatat beban sewa,
perbedaan di antara pembayaran aktual dengan debit ke beban akan dilaporkan
sebagai hutang sewa atau sewa dibayar dimuka, tergantung pada
apakah pembayaran semakin besar atau semakin kecil.
Contoh 2:
Persyaratan lease
pesawat oleh Garuda Airlines, menetapkan pembayaran Rp150.000 setahun untuk 2
tahun pertama dan Rp250.000
untuk 3 tahun berikutnya. Maka
Total pembayaran lease selama 5
tahun menjadi Rp1.050.000 atau Rp210.000 setahun (garis lurus).
Perhitungan:
Tahun 1 Rp 150.000
Tahun 2 Rp 150.000
Tahun 3 Rp 250.000
Tahun 4 Rp 250.000
Tahun 5 Rp 250.000 +
Total
Rp 1.050.000 / 5 tahun = 210.000 / tahun
Simpulan : pengakuan biaya
berdasarkan garis lurus sebesar Rp 210.000
Ayat jurnal untuk 2 tahun pertama:
Beban Sewa Rp 210.000
Kas Rp
150.000
Hutang Sewa Rp 60.000
Jurnal untuk masing-masing selama 3 tahun
berikutnya menjadi:
Beban Sewa Rp 210.000
Hutang
Sewa Rp 40.000
Kas Rp
250.000
Bagian hutang sewa yang jatuh tempo
pada tahun berikutnya akan digolongkan sebagai kewajiban lancar.
Contoh 3:
PT. SAMUDRA menyewa peralatan pabrik dari PT. SAKURA untuk masa sewa 5
tahun dengan syarat sebagai berikut :
1.
Sewa dibayar dimuka tiap tgl 2
Januari. Untuk tahun pertama jatuh pada tanggal 2 Januari 2001.
2.
Jumlah sewa tahun pertama dan
kedua masing-masing sebesar Rp 30.000.000 Sementara untuk tahun ketiga , keempat
dan kelima masing-masing Rp 20.000.000
Dari data contoh diatas,
jumlah sewa untuk masa 5 tahun adalah 2 x
Rp 30.000.000 + 3 x Rp 20.000.000.
Dengan menggunakan metode garis lurus, jumlah sewa tiap tahun adalah Rp 120.000.000
: 5 = Rp 24.000.000
Pembayaran sewa untuk tahun 2001 sebesar Rp 30.000.000 dicatat dengan
jurnal sebagai berikut:
Jan. 2 Beban Sewa Rp 24.000.000
Sewa Dibayar Dimuka Rp 6.000.000
Kas Rp
30.000.000
Pembayaran sewa untuk tahun 2002 sebesar Rp. 30.000.000 dicatat dengan
jurnal sebagai berikut:
Jan. 2 Beban Sewa Rp 24.000.000
Sewa Dibayar Dimuka Rp 6.000.000
Kas Rp
30.000.000
Pembayaran sewa untuk tahun 2003 (tahun ketiga) sebesar Rp 20.000.000 dicatat
dengan jurnal sebagai berikut:
Jan. 2 Beban Sewa Rp 24.000.000
Sewa Dibayar Dimuka Rp 4.000.000
Kas Rp
20.000.000
Demikian pula untuk pembayaran sewa tahun keempat dan kelima, dicatat
dengan jurnal seperti ada pembayaran sewa tahun ketiga diatas, sehingga akun
Sewa Dibayar Dimuka selama masa sewa guna usaha (secara keseluruhan) akan
tampak seperti dibawah ini:
Sewa Dibayar Dimuka
Jan. 2, 2001 Rp. 6.000.000
Jan. 2, 2002 Rp. 6.000.000
Jan. 2, 2003 Rp. 4.000.000
Jan. 2, 2004 Rp. 4.000.000
Jan. 2, 2005
Rp. 4.000.000
Pada akhir masa guna, akun Sewa Dibayar Dimuka tidak mempunyai saldo.
Ada kalanya sewa pada tahun-tahun pertama lebih kecil daripada sewa tahun-tahun
terakhir.
Misalnya : dari data contoh diatas, sewa pada tahun pertama, kedua dan ketiga
masing-masing sebesar Rp 20.000.000. Sementara sewa untuk tahun keempat dan
kalimat masing-masing Rp 30.000.000. Dalam hak demikian, pembayaran sewa untuk
pertama, kedua, dan ketiga, masing-masing dicatat dalam jurnal berikut :
Jan. 2 Beban sewa Rp
24.000.000
Hutang Sewa Rp 4.000.000
Kas Rp
20.000.000
Pembayaran sewa untuk tahun keempat dan kelima, masing-masing dicatat
dengan jurnal sebagai berikut :
Jan. 2 Beban Sewa Rp
24.000.000
Hutang Sewa Rp 6.000.000
Kas Rp
30.000.000
Dalam hal jatuh tempo pembayaran sewa pada saat periode akuntansi
sedang berjalan, misalnya dari data pada contoh dimuka, pembayaran sewa untuk
tahun 2001 jatuh pada tanggal 1 April 2001. Dalam hal demikian pada akhir
periode harus dibuat penyesuaian. Jurnal penyesuaian yang dibuat 31 Desember
2001, sebagai berikut :
Des.31 Sewa Dibayar Dimuka Rp
6.000.000
Beban Sewa Rp 6.000.000
(mencatat sewa bulan
Januari, Februari dan Maret 2002 yang telah dibayar tahun 2001)
Sehubungan dengan Pos jurnal penyesuaian di atas, pada awal periode
tahun 2002, dibuat jurnal pembalik sebagai berikut :
Jan. 2 Beban Sewa Rp
6.000.000
Sewa Dibayar Dimuka Rp 6.000.000
b.
Lease Modal (Capital Lease)
Apabila suatu sewa guna usaha memenuhi kriteria
untuk di perlakukan sebagai capital lease, transaksi leasing dicatat oleh pihak
penyewa sebagai suatu transaksi pembelian aktiva tetap dengan syarat kredit
jangka panjang. Dengan demikian dicatat debet pada akun Aktiva Sewa Guna
Usha dan kredit akun hutang.
Aktiva sewa guna asaha dinilai berdasarkan
harga terendah antara harga pasar wajar, dengan jumlah sewa terendah yang
dibayar selama masa sewa guna usaha, ditambah dengan harga beli atau nilai
residu aktiva yang bersangkutan pada ahir masa sewa yang telah disepakati
bersama.
Aktiva sewa guna usaha olek pihak penyewa harus
disusutkan dengan menerapkan metode penyusutan yang biasa digunakan. Apabila
kontrak sewa guna usaha mencantumkan adanya pengalihan hak milik, atau adanya
hak bagi penyewa untuk membeli aktiva sewa guna usahaa dan ahir masa sewa, maka
usia ekonomis aktiva yang bersangkutan dijadikan dasar untuk menentukan
besarnya penyusutan. Sementara jika dalam kontrak sewa guna usaha tidak menyebutkabn
dua kriteria tersebut diatas, untuk menentukan jumlah penyusutan digunakan masa
sewa guna usaha sebagai usia penggunaan aktiva tetap yang bersangkutan.
Didalam jumlah sewa yang dibayar secara
berkala, mengandung unsur harga aktiva sewa guna usaha dan beban bunga. Oleh
karena itu setiap pembayaran sewa, dipisahkan menjadi jumlah pembayaran hutang
yang merupakan sewa terendah, dan jumlah pembayaran beban bunga.
Sebagai ilustrasi pencatatan sewa guna usaha
yang diperlakukan sebagai capital lease pada pihak penyewa, misalkan PT. GIONI
menyewa peralatan dari PT> JAYA SARANA. Ketentuan sewa guna usaha, sebagai
berikut :
1.
Masa sewa guna usaha selama 5
tahun, dengan syarat tidak dapat dibatalkan.
2.
Sewa tiap tahun Rp 20.000.000
dibayar dimuka tiap tanggal 1 Januari. Sewa tahun pertama jatuh pada tgl 1
januari 2000.
3.
Biaya pelaksanaan selam masa sewa
(executory Cost) dibayar oleh penyewa.
4.
Tidak mada ketentuan yang menyebutkan
adanya pengalihan hak milik dan hak bagi penyewa untuk membeli pada ahir masa
sewa.
Data lain sehubungan dengan transaksi leasing di atas adalah sebagai
berikut :
1.
Harga pasar wajar peralatan yang disewa
sebesar Rp 82.000.000
2.
Usia ekonomis peralatan yang
bersangkutan selama 5 tahun.
3.
PT. JAYA SARANA memperhitungkan
bunga 12% setahun.
4.
PT. GIONI menyusutkan aktiva tetap
dengan Metode Garis Lurus.
Untuk menentukan nilai sewa guna uasah harus
dihitung dulu nilai tunai untuk tingkat bunga 12%, masa sewa 5 tahun dengan
pembayaran dimuka yaitu 4,03733. Dengan deimkian nilai tunai sewa terendah dari
data contoh diatas adalah 4,03733 x Rp 20.000.000,00 = Rp 80.746.600. Jumlah
tersebut lebih besar dbanding 90% x Rp 82.000.000 (harga pasar wajar aktiva
yang bersangkutan).
Hasil perhitungan diatas dijadikan dasar untuk
memberlakukan sewa guna usaha pada contoh diatas sebagai capital lease. Dengan
nilai Rp 80.746.600. Jumlah ini dicatat debet pada akun Peralatan Sewa dari
Lease Modal. Selanjutnya setiap akhir periode disusutkan (didepresiasi) dengan
metode garis lurus.
c.
Akuntansi untuk Lease Jenis
Penjualan (Accounting for Sales-type Leases)
Akuntansi untuk lease jenis penjualan menambah satu ukuran lagi untuk
pendapatan lessor, yaitu laba atau kerugian langsung yang merupakan selisih
antara harga jual aktiva lease dengan harga pokok lessor dalam memproduksi atau
membeli aktiva tersebut.
Tiga nilai yang harus diidentifikasikan untuk menentukan unsur-unsur
rugi laba yaitu sebagai berikut:
1. Pembayaran lease minimum, yaitu pembayaran sewa selama masa lease
setelah dikurangi biaya eksekutori yang termasuk didalamnya ditambah jumlah
yang dibayarkan menurut opsi pembelian dengan harga murah atau jaminan atas
nilai residual.
2. Nilai pasar aktiva yang wajar.
3. Harga perolehan aktiva bagi lessor yang diperbesar oleh setiap biaya
langsung awal.
d.
Akuntansi untuk Transaksi
Jual dan Lease Kembali (Accounting for Sale Leaseback Transactions)
Aspek khusus dari lease ini adalah adanya perjanjian dimana satu pihak
menjual harta kepada pihak kedua, kemudian pihak pertama melease harta itu
kembali. Jika penjualan itu menghasilkan laba, maka laba itu harus ditangguhkan
dan diamortisasikan secara proporsional dengan amortisasi harta yang dilease
jika lease itu merupakan lease modal atau proporsioanl dengan pembayaran sewa
jika lease itu merupakan suatu lease operasi. Jika transaksi itu menimbulkan
kerugian karena nilai pasar yang wajar dari harta lebih rendah dari harga
perolehan yang belum disusutkan, maka kerugian tersebut harus diakui.
Contoh 4:
Tanggal
1 januari 1988, PT Makmur menjual sebuah gudang yang mempunyai nilai buku
sebesar Rp 5.500.000 kepada
PT Asco seharga Rp 7.500.000 dan
segera melease gudang itu kembali.
Keadaan berikut melingkupi transaksi berikut:
·
Nilai tanah lebih rendah 25% dari total nilai pasar yang wajar
·
Periode lease selama 10 tahun, tidak dapat dibatalkan.
Pembayaran sewa yang sama sebesar Rp 1.071.082
dibayarkan pada awal setiap tahun.
·
Pada tanggal 1 januari 1988,
gudang itu mempunyai nilai wajar Rp 7.500.000
dan taksiran umur ekonomis 20 tahun.
Penyusutan garis lurus digunakan untuk semua aktiva yang dimiliki
·
Lease mempunyai opsi untuk
memperbaharui lease dengan pembayaran Rp 100.000 per tahun selama 10
tahun, yaitu selama sisa umur ekonomisnya.
Dari
data diatas, dapat disimpulkan bahwa lease dikualifikasikan sebagai lease
modal.
Jurnal bagi Penjual Lease (PT
Makmur) :
1 Jan Kas Rp
7.500.000
Gudang Rp 5.500.000
Laba yang diterima dimuka dari gudang dan
lease
kembali (penjualan gudang semula) Rp
2.000.000
1 Jan Gudang yang dilease Rp
7.500.000
Kewajiban menurut lease modal Rp 6.428.918
Kas (lease gudang,
termasuk pembayaran I) Rp 1.071.082
31 Des Beban amortisasi gudang yang dilease Rp
375.000
Akumulasi Amortisasi Gudang yang dilease Rp
375.000
(Amortisasi gudang selama 20 tahun =
Rp 7.500.000/20)
31 Des Beban bunga Rp 642.892
Kewajiban menurut lease modal Rp 428.190
Kas (pembayaran lease kedua,
beban bunga= Rp 6.428.918*10% ) Rp
1.071.082
31 Des Laba diterima dimuka atas
jual
dan lease kembali Rp
100.000
Pendapatan dari jual dan
lease kembali Rp 100.000
Jurnal bagi pembeli lease (PT.Asco) :
1 Jan Gudang Rp
7.500.000
Kas Rp
7.500.000
1 Jan Kas Rp 1.071.082
Piutang pembayaran lease minimum Rp 10.639.738
Gudang Rp
7.500.000
Pendapatan bunga
diterima dimuka Rp
4.210.820
Total
piutang:
|
|
(10
* 1.071.082) + (10 * 100.000)
|
= Rp
11.710.820
|
11.710.820
- 1.071.082
|
= Rp
10.639.738
|
DAFTAR PUSTAKA
(diakses pada hari
rabu,24 April 2013.Pukul 21:00)
http://www.bppk.depkeu.go.id/bdk/medan/index.php?option=com_content&view=article&id=137 (diakses pada hari rabu,24 April
2013.Pukul 21:00)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar