selamat datang di rumah singgah penambah pengetahuan

SelaMat daTang di ruMah Singgah Penambah peNgeTahuan

Selasa, 21 Mei 2013

Leasing,leassee



BAB 1
PENDAHULUAN
A.           Latar Belakang
Setiap manusia yang ada di dunia ini pasti harus bisa mempertahankan dirinya masing-masing. Banyak cara yang ditempuh manusia untuk mempertahankan hidupnya. Salah satu cara yang bisa ditempuh untuk mempertahankan hidupnya adalah dengan menjalankan bisnis. Bisnis bisa diartikan sebagai organisasi yang menyediakan barang atau jasa dengan maksud mendapatkan laba (keuntungan). Seiring dengan perkembangan zaman, dunia bisnis pun menjadi semakin marak. Dengan berkembangnya dunia bisnis ini, kebutuhan dana menjadi hal yang tak dapat dielakkan lagi baik oleh kalangan usahawan perseorangan maupun usahawan yang tergabung dalam suatu badan hukum di dalam mengembangkan usahanya maupun di dalam meningkatkan mutu produknya, sehingga dapat dicapai suatu keuntungan yang memuaskan maupun tingkat kebutuhan bagi kalangan lainnya.
Untuk memenuhi kebutuhan dana tersebut, saat ini semakin banyak orang yang mendirikan suatu lembaga pembiayaan yang bergerak di bidang penyediaan dana ataupun barang yang akan dipergunakan oleh pihak lain di dalam mengembangkan usahanya. Lembaga pembiayaan tersebut merupakan lembaga keuangan non bank. Yang membedakan lembaga pembiayaan tersebut dengan bank adalah bank mengambil dana secara lansung dari masyarakat sedangkan lembaga pembiayaan tidak mengambil dana secara langsung dari masyarakat. Salah satu lembaga pembiayaan yang berkembang pesat saat ini adalah sewa guna usaha atau biasa disebut juga dengan Leasing.
Saat ini, leasing merupakan salah satu cara perusahaan memperoleh asset atau kepemilikan tanpa harus melalui proses yang berkepanjangan. Semuanya telah diatur oleh perusahaan leasing yang disediakan oleh berbagai perusahaan. Leasing juga merupakan salah satu langkah penghindaran resiko tinggi yang saat ini sudah disadari oleh para usahawan yang ada. Bila dilihat dari propspek kebutuhan pembangunan, usaha leasing jelas dapat berkembang pesat dan memainkan peranan aktif sebagai lembaga keuangan baru, yang khusus bergerak dalam penyediaan barang modal, sebagai alternative sumber pembiayaan suatu perusahaan bisnis dan mempunyai harapan untuk memenuhi kebutuhan pasarnya yang luas.
Potensi bisnis leasing di Indonesia sudah lama diamati oleh para penanam modal. Sebelum tahun 1980, jumlah perusahaan leasing yang beroperasi 5 buah. Kemudian melalui kampanye penggalangan usaha di bidang leasing oleh pemerintah, animo investor terus meningkat. Tahun 1988 di Jakarta saja sudah tercatat 83 buah perusahaan leasing yang sudah menjalankan operasinya, bahkan sudah dibentuk Asosiasi Leasing Indonesia (ALI). Beberapa perusahaan besar juga bergabung dalam Asosiasi Leasing Indonesia, seperti Adira Finance dan Adira Kredit.
Salah satu pihak yang terlibat dalam leasing adalah lessee. Lesse merupakan perusahaan atau pihak yang memperoleh pembiayaan dalam bentuk barang modal dari pihak lessor.
B.            Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas penulis dapat merumuskan beberapa rumusan masalah, sebagai berikut :
1.        Apakah pengertian leasing ?
2.        Apakah pengertian lessee
3.        Apakah keuntungan menggunakan leasing ?
4.        Bagaimanakah pencatatan transaksi leasing pada penyewa atau leasse ?

























BAB II
PEMBAHASAN
A.           Pengertian Leasing
Leasing (sewa-guna-usaha) adalah setiap kegiatan pembiayaan perusahaan dalam bentuk penyediaan barang-barang modal untuk digunakan oleh suatu perusahaan untuk jangka waktu tertentu, berdasarkan pembayaran-pembayaran secara berkala disertai dengan hak pilih bagi perusahaan tersebut untuk membeli barang-barang modal yang bersangkutan atau memperpanjang jangka waktu leasing berdasarkan nilai sisa uang yang telah disepakati bersama. Dengan melakukan leasing perusahaan dapat memperoleh barang modal dengan jalan sewa beli untuk dapat langsung digunakan berproduksi, yang dapat diangsur setiap bulan, triwulan atau enam bulan sekali kepada pihak lessor.
Melalui pembiayaan leasing perusahaan dapat memperoleh barang-barang modal untuk operasional dengan mudah dan cepat. Hal ini sungguh berbeda jika kita mengajukan kredit kepada bank yang memerlukan persyaratan serta jaminan yang besar. Bagi perusahaan yang modalnya kurang atau menengah, dengan melakukan perjanjian leasing akan dapat membantu perusahaan dalam menjalankan roda kegiatannya. Setelah jangka leasing selesai, perusahaan dapat membeli barang modal yang bersangkutan. Perusahaan yang memerlukan sebagian barang modal tertentu dalam suatu proses produksi secara tibatiba,  tetapi tidak mempunyai dana tunai yang cukup, dapat mengadakan perjanjian leasing untuk mengatasinya. Dengan melakukan leasing akan lebih menghemat biaya dalam hal pengeluaran dana dibanding dengan membeli secara tunai.
Di Indonesia leasing baru dikenal melalui Surat Keputusan Bersama Menteri Keuangan dan Menteri Perdagangan Republik Indonesia dengan No.KEP-122/MK/IV/2/1974, No.32/M/SK/2/1974, dan No.30/Kpb/I/1974 tanggal 7 Februari 1974 tentang perizinan usaha leasing. Sejalan dengan perkembangan waktu dan perekonomian Indonesia permasalahan yang melibatkan leasing semakin banyak dan kompleks. Mulai dari jenis leasing yang paling sederhana sampai yang rumit.
Kata leasing sebenarnya berasal dari kata to lease yang bearti menyewakan. Leasing sebagai suatu jenis kegiatan dapat dikatakan masih baru atau muda dalam kegiatan yang dilakukan di Indonesia, yaitu baru dipakai pada tahun 1974. Di Indonesia sendiri sudah ada beberapa perusahaan leasing yang statusnya sebagai suatu lembaga keuangan non bank.
Pengertian leasing menurut surat Keputusan Bersama Menteri Keuangan dan Menteri Perdagangan dan Industri Republik Indonesia No. KEP- 122/MK/IV/2/1974, Nomor 32/M/SK/2/1974, dan Nomor 30/Kpb/I/1974 tanggal 7 Februari 1974 adalah: ”Setiap kegiatan pembiayaan perusahaan dalam bentuk penyediaan barang-barang modal untuk digunakan oleh suatu perusahaan untuk jangka waktu tertentu, berdasarkan pembayaran-pembayaran secara berkala disertai dengan hak pilih bagi perusahaan tersebut untuk membeli barang-barang modal yang bersangkutan atau memperpanjang jangka waktu leasing berdasarkan nilai sisa uang telah disepakati bersama”.
Sedangkan menurut Hermansyah, leasing adalah badan usaha yang melakukan usaha pembiayaan dalam bentuk penyediaan barang modal, baik secara finance lease, maupun operating lease,untuk digunakan oleh penyewa guna usaha selama jangka waktu tertentu berdasarkan pembayaran secara berkala.
Equipment Leasing Association di London memberikan definisi leasing sebagai berikut: “Leasing adalah perjanjian antara lessor dan lessee untuk menyewa sesuatu atas barang modal tertentu yang dipilih/ditentukan oleh lessee. Hak pemilikan barang modal tersebut ada pada lessor sedangkan lessee hanya menggunakan barang modal tersebut berdasarkan pembayaran uang sewa yang telah ditentukan dalam jangka waktu tertentu”.
Leasing adalah segala kegiatan pembiayaan perusahaan dalam bentuk penyediaan barang-barang modal yang penggunaannya diserahkan pada suatu perusahaan, melalui pembayaran secara berkala dalam jangka waktu tertentu. Lease(Sewa GunaTanah) adalah Kontrak yang menetapkan syarat-syarat pengalihan hak pengalihan harta atau aktiva kepada lease oleh pemiliknya, yaitu Lessor.
Pada awalnya leasing adalah bentuk taransaksi sewa menyewa yang sederhana saja, kemudian keadaanya menjadi semangkin berkembang sehingga leasing harus di bebenkan antara Financial lease atau Capital lease dan Operating lease. Perkembangan berikutnya dari pada bentuk-bentuk leasing adalah semangkin rumit dan bermacam-macam sehingga para ahli ekonomi merasa perlu untuk mengadakan penggolongan yang lebih lengkap dan teperinci.
B.            Pengertian Lessee
Lesse adalah pihak yang bertindak sebagai penyewa aktiva (jenis barang modal tertentu) milik lessor dalam perjanjian leasing, dimana dalam hal ini lesse akan membayarkan uang sewa yang telah ditetapkan dalam jangka waktu tertentu.
Lessee adalah perusahaan atau perorangan yang menggunakan barang modal dengan pembiayaan dari lessor. Lessee dilarang menyewa-guna-usahakan kembali barang modal yang disewa-guna-usaha kepada pihak lain, kecuali Lessee yang memang bergerak di bidang usaha persewaan.
Dalam hal lessee memilih untuk memperpanjang jangka waktu perjanjian sewa-guna-usaha, maka nilai sisa barang modal yang disewa-guna-usahakan digunakan sebagai dasar dalam menetapkan piutang sewa-guna-usaha. Pada saat berakhirnya masa sewa-guna-usaha dari transaksi sewa-guna-usaha dengan hak opsi, lessee dapat melaksanakan opsi yang telah disetujui bersama pada permulaan masa sewa-guna-usaha. Dalam hal lessee menggunakan hak opsi membeli maka dasar penyusutannya adalah nilai sisa barang modal. Opsi untuk membeli dilakukan dengan melunasi pembayaran nilai sisa barang modal yang disewa-guna-usaha.
Bagi Lesse ada beberapa kriteria yang berlaku, diantaranya adalah sebagai berikut  :
1.    Lease mengalihkan pemilikan harta kepada lesse pada akhir periode lease
2.    Lease memuat opsi pembelian dengan harga murah
3.    Jangka lease sama dengan atau lebih dari 75% taksiran umur ekonomis harta yang dilease
4.    Nilai sekarang pembayaran lease minimum, tidak termasuk bagian yang merupakan biaya eksekutori, sama dengan atau lebih besar daripada 90% nilai pasar wajar harta
Bagi pihak lessee ada beberapa keuntungan yang dapat diperoleh dari kegiatan melease dari pada membeli, keuntungan tersebut diantaranya adalah sebagai berikut :
1)        Tanpa ada uang muka.
Hal ini sangat membantu sebuah perusahaan yang membutuhkan modal tetapi tidak mempunyai kas yang cukup karena dalam melease tidak ada uang muka yang harus dibayar.
2)        Menghindari resiko pemilikan
Dengan melease aktiva, pihak lesse juga dapat menghindari resiko pemilikan seperti kerusakan, krisis ekonomi, bencana alam, dll, karena aktiva tersebut adalah milik pihak lessor.
3)        Flexibility
Dalam hal ini, jika harta atau aktiva tersebut di lease, perusahaan sewaktu-waktu dapat dengan lebih mudah mengganti harta atau aktiva lainnya sesuai dengan perkembangan zaman dan respon terhadap perubahan





MEKANISME LEASING
Dalam transaksi leasing sekurang-kurangnya melibatkan 4 pihak yang berkepentingan, antara lain:
1.      Lessor
Yaitu perusahaan leasing atau pihak yang memberikan jasa pembiyaan kepada pihak lesse dalam bentuk barang modal. Dalam finance lease, lessor bertujuan untuk  mendapatkan kembali biaya yang telah dikeluarkan untuk membiayai penyediaan barang modal dengan mendapatkan keuntungan. Sedangkan dalam operating lease, lessor bertujuan untuk mendapatkan keuntungan dari penyediaan barang dan pemberian jasa-jasa yang berkenaan dengan pemeliharaan dan pengoperasian barang modal tersebut.
2.      Leasse
Yaitu perusahaan atau pihak yang memperoleh pembiyaan dalam bentuk barang modal dari lessor. Dalam finance lease, lesse bertujuan untuk mendapatkan pembiyaan berupa barang atau peralatan dengan cara pembayaran angsuran atau secara berkala. Sedangkan dalam operating lease, lesse bertujuan dapat memenuhi peralatannya disamping tenaga operator dan perawatan alat tersebut tanpa resiko bagi lesse terhadap kerusakan.

3.      Pemasok
Yaitu perusahaan atau pihak yang mengadakan atau menyediakan barang untuk  dijual kepada lesse dengan pembayaran secara tunai oleh lessor. Dalam finance lease, pemasok langsung menyerahkan barang kepada lesse tanpa melalui pihak lessor sebagai pihak yang memberikan pembiyaan. Sedangkan dalam operating lease, pemasok menjual barangnya langsung kepada lessor dengan pembayaran sesuai dengan kesepakatan kedua belah pihak secara tunai maupun secara berkala.







4.      Bank atau Kreditor
Dalam suatu perjanjian kontrak leasing, pihak bank atau kreditor tidak terlibat secara langsung dalam kontrak tersebut tetapi bank memegang peranan dalam hal penyediaan dana kepada lessor. Dalam hal ini, tidak menutup kemungkinan pemasok menerima kredit dari bank.

 





Keterangan Gambar
1.      Lesse menghubungi pemasok untuk pemilihan dan penentuan jenis barang, spesifikasi, harga, jangka waktu penagihan, dan jaminan purna jual atas barang yang akan disewa.
2.      Lesse melakukan negosiasi dengan lesor mengenai kebutuhan pembiyaan barang modal. Dalam hal ini, lesse dapat meminta lease quotation yang tidak mengikat dari lessor. Dalam quotation terdapat sayrat-syarat pokok pembiyaan leasing, antara lain: keterangan barang, harga barang, cash security deposit, residual value, asuransi, biaya administrasi, jaminan uang sewa (lease rental), dan persyaratan lainnya.
3.      Lessor mengirimkan letter of offer atau commitment letter kepada lesse yang berisi syarat-syarat pokok persetujuan lessor untuk membiayai barang modal yang dibutuhkan lesse menandatangani dan mengembalikannya kepada lessor.
4.      Penandatangan kontrak leasing setelah semua persyaratan dipenuhi lesse dimana kontrak tersebut mencakup hal-hal: pihak-pihak yang terlibat , hak milik, jangka waktu,
jasa leasing, opsi bagi lesse, penutupan asuransi, tanggung jawab atas objek leasing,
perpajakan jadwal pembayaran angsuran sewa dan sebagainya.
5.      Pengiriman order beli kepada pemasok disertai instruksi pengiriman barang kepada lesse sesuai dengan tipe dan spesifikasi barang yang telah disetujui.
6.      Pengiriman barang dan pengecekan barang oleh lesse sesuai peranan serta menandatangani surat tanda terima dan perintah bayar yang selanjutnya diserahkan kepada pemasok.
7.      Penyerahan dokumen oleh pemasok kepada lessor termasuk faktur dan bukti-bukti
kepemilikan barang lainnya.
8.      Pembayaran oleh lessor kepada pemasok
9.      Pembayaran sewa (lease payment) secara berkala oleh lessee kepada lesor selama
leasing yang seluruhnya mencakup pengembalian jumlah yang dibiayai beserta bunganya.

1.1  Manfaat Leasing
Adapun manfaat dari leasing adalah:
a.       Apabila seorang pengusaha tidak mempunyai modal atau hanya mempunyai modal terbatas, tetpai ingin mendirikan sebuah pabrik, ia dapat memperolehnya dengan leasing.
b.      Perusahaan dapat memperoleh barang modal dengan jalan sewa beli, yang dapat diagsur setiap bulan atau setiap triwulan kepada lessor.
c.       Dapat diperoleh dalam waktu cepat.
d.      Memberikan kesempatan pada perusahaan untuk bernafas dan perusahaan tersebut dapat memiliki barang modal yang bersangkutan.
e.       Menghemat pengeluaran dana tunai.
            Dalam Hukum Perdata, ada tiga bentuka ikatan yang mirip satu sama lainnya, namun berlainan dalam hukumnya yaitu antara sewa guna usaha, sewa beli, dan jual beli secara angsuran.
            Persamaan antara perjanjian sewa guna usaha dengan perjanjian sewa beli dan jual beli secara angsuran adalah bahwa pada perjanjian leasing, lessee membayar imabalan jasa kepada lessor dalam waktu tertentu. Sedangkan pada perjanjian sewa beli dan jual beli secara angsuran, pembeli membayar angsuran kepada penjual dalam jangka waktu tertentu sesuai dengan perjanjian.




Sedangkan perbedaannya dapat diuraikan, antara lain sebagai berikut:
Perjanjian Leasing
Perjanjian Sewa Beli dan Jual Beli Secara Angsuran
1.      Lessor adalah pihak yang menyediakan dana dan membiayai seluruh pembelian barang tersebut.
Harga pembelian barang sebagian kadang-kadang dibayar oleh pembeli,. Jadi penjual tidak membiayai seluruh harga beli barang yang bersangkutan.
2.      Masa leasing biasanya ditetapkan sesuai dengan perkiraan umur kegunaan barang.
Jangka waktu tidak memperhatikan baik pada perkiraan umur kegunaan barang maupun kemampuan pembeli mengangsur harga barang.
3.      Pada akhir masa leasing, lessee dapat menggunakan hak opsinya untuk membeli barang yang bersangkutan, sehingga hak milik atas barang beralih pada lessee.
Pada akhir  masa perjanjian, hak milik atas barang dengan sendirinya beralih pada pembeli. Hak milik atas barang beralih dari penjual pada pembeli pada saat barang diserahkan oleh penjual.

Sifat Lease (Nature of Leases)
Sifat lease antara lain sebagai berikut:
a)      Ketentuan Pembatalan (Cancellation Provisions)
·         Sifat ini tidak dapat dibatalkan.
b)     Periode Lease (Lease Term)
·         Periode waktu mulai dari awal hinggi akhir lease.
·         Tanggal pemrakarsaan lease didefinisikan sebagai tanggal perjanjian lease.
c)      Akhir Jangka Lease adalah akhir periode yang ditetapkan dimana pembatalan tidak boleh dilakukan ditambah semua periode, jika ada, yang diliput opsi pembaharuan dengan harga murah atau ketentuan lain bahwa, pada tanggal terjadinya lease sudah ada indikasi kuat bahwa lease itu diperbarui.
d)     Opsi pembelian dengan harga murah (Bargain Purchases Option) Lease kerap kali mengandung ketentuan yang memberikan hak kepada lesse untuk membeli harta yang dilease pada suatu hari di masa depan. Harga beli yang pasti atau harga opsi dapat ditetapkan meskipun dalam beberapa kasus harga tersebut dinyatakan sebagai nilai pasar wajar pada tanggal opsi dimanfaatkan. Jika harga opsi yang telah ditetapkan ini diperkirakan jauh lebih kecil dibandingkan dengan harga atau nilai pasar wajar pada tanggal pemanfaat opsi pembelian, maka dalam hal ini sudah tersirat opsi pembelian dengan harga murah.
e)      Nilai sisa atau residu (Residual Value)
Nilai pasar harta yang dilease pada akhir periode lease disebut nilai sisa atau residu. Dalam beberapa lease, periode lease melampaui umur ekonomis aktiva. Dalam lease lainnya periode lease lebih singkat dan nilai residu tidak ada. Jika lesse dapat membeli aktiva itu pada akhir periode lease dengan harga yang jauh lebih kecil daripada nilai residunya, maka opsi pembelian dengan harga murah sudah ada, dan dapat diandalkan bahwa lesse akan melaksanakan opsi ini dan membeli aktiva tersebut. Beberapa kontrak lease mewajibkan lesse atau pihak ketiga yang ditunjuk untuk menjamin nilai residu minimum aktiva. Dan jika nilai pasar wajar pada akhir periode lease turun di bawah nilai residu yang dijamin, maka lesse atau pihak ketiga harus membayar selisih tersebut.
f)       Pembayaran lease minimum (Minimum Lease Payments) yaitu pembayaran sewa yang diminta selama periode lease ditambah dengan jumlah yang harus dibayar untuk nilai residu, entah melalui opsi pembelian dengan harga murah atau penjaminan nilai sisa. Pembayaran sewa kadang-kadang mencakup beban asuransi, pemeliharaan, dan pajak yang timbul atas harta yang lease. Pengeluaran itu disebut biaya eksekutori dan tidak dimasukkan sebagai bagian dari pembayaran lease minimum. Jika lessor memasukkan beban untuk penyisihan labanya di dalam biaya ini, maka laba tersebut juga dianggap sebagai biaya eksekutori.
g)      Suku Bunga Pinjaman Inkremental (Incremental Borrowing Rate) adalah Suku bunga yang akan ditanggung lease jika ia meminjam sejumlah uang yang diperlukan untuk membeli aktiva yang dilease, dan didalamnya diperhitungkan keaaddaan keuangan lesse dan kondisi yang berlaku dipasar.
h)     Suku Bunga Implisit (Implicit Interest Rate) adalah suku bunga yang akan digunakan untuk mendiskontokan pembayaran lease minimum ke nilai pasar wajar aktiva pada saat lease terjadi.





Financial Accounting Standard Board no.13 yang dikemukakan oleh Englowood Cliffs (1982: 9 – 12 )
Jika di pandang dari segi leasse,leasing juga terbagi atas dua jenis yang terdiri atas sebagai berikut :
1.    Financial Lease
Ciri utama pada financial lease ini ialah pada akhir kontrak lessee mempunyai hak pilih (hak opsi) untuk membeli barang modal sesuai dengan nilai sisa yang disepakati, atau mengembalikannya kepada lessor, atau memperpanjang masa kontrak sesuai syarat-syarat yang telah disetujui bersama
Perusahaan leasing pada jenis ini berlaku sebagai suatu lembaga keuangan. Lessee yang akan membutuhkan suatu barang modal menentukan sendiri jenis serta spesifikasi dari barang yang dibutuhkan. Lessee juga mengadakan negoisasi langsung dengan supplier mengenai harga, syarat-syarat perawatan serta hal-hal lain yang berhubungan dengan pengoperasian barang tersebut.
Lessor akan mengeluarkan dananya untuk membayar barang tersebut kepada supplier dan kemudian barang tersebut diserahkan kepada lessee. Sebagai imbalan atas jasa pengguanaan barang tersebut lessee akan membayar secara berkala kepada lessor sejumlah uang yang berupa rental untuk jangka waktu tertentu yang telah disepakati bersama.



2.   Operating Lease
Pada operating lease, lessor membeli barang dan kemudian menyewakan kepada lessee untuk jangka waktu tertentu. Dalam praktik lessee membayar rental yang besarnya secara keseluruhan tidak meliputi harga barang serta biaya yang telah dikeluarkan oleh lessor.
Di dalam menentukan besarnya pembayaran lease, lessor tidak memperhitungkan biaya-biaya tersebut karena setelah masa lease berakhir diharapkan harga barang tersebut masih cukup tinggi. Di sini jelas tidak ditentukan adanya nilai sisa serta hak opsi bagi lessee.




 Jenis-jenis Lease
1.      Finance Leasing (sewa guna usaha pembiayaan)
Dalam sewa guna usaha ini, perusahaan sewa guna usaha (lessor) adalah pihak yang membiayai penyediaan barang modal. Penyewa guna usaha (lessee) biasanya memilih barang modal yang dibutuhkan dan atas nama perusahaan sewa guna usaha, sebagai pemilik barng modal tersebut, melakukan pemesanan, pemeriksaan dan pemeliharaan barang modal yang menjadi objek transaksi leasing. Lessor akan mengeluarkan dananya untuk membayar barang tersebut kepada supplier dan kemudian barang tersebut diserahkan kepada lessee. Sebagai imblan atau jasa penggunaan barang tersebut lesse akan membayar secara berkala kepada lessor sejumlah uang yang beruba uang rental untuk jangka waktu tertentu yang telah disepakati bersama. Jumlah rental ini secar keseluruhan akan meliputi harga barang yang dibayar oleh lessor ditambah fktor bunga serta keuntungan pihak lessor.
Selanjutnya capital atau finance lease masih bias dibedakan menjadi 2, yaitu :
a.      Direct finance lease
Transaksi ini terjadi jika lessee sebelumny belum pernah memilike barang yang dijadikan objek lease. Secara sederhana bisa dikatakan bahwa lessor membeli suatu barang atas permintaan lesse dan akan dipergunakan oleh lessee.
b.      Sale and lease back
Dalam transaksi ini lesse menjual barang yang telah dimilikinya kepada lessor. Atas barang yang sama ini kemudian dilakukan uatu konrak leasing antara lesse dengan lessor. Dengan memperhatikan mekanisme ini, maka perjanjian ini memiliki tujuan yang berbeda dibandingkan direct finance lease. Di sini lesse memerlukan cash yng bisa dipergunakan untuk tambahan modal kerja atau untuk kepentingan lainnya. Bisa dikatakan bahwa dengan sistem saale and lease back memungkinkan lessor memberikan dana untuk keperluan pa saja kepada kliennya dan tentu saja dana yang dibutuhkana sesuai dengan nilai objek barang lease.
2.      Operating lease (sewa menyewa biasa)
Dalam sewa guna usaha ini, perusahaan sewa guna usaha membeli barang modal dan selanjutnya disewagunakan kepada penyewa guna usaha. Berbeda dengan finance lease, jumlah seluruh pembayaran sewa guna usaha berkala dalam operating lease tidak mencakup jumlah biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh barang modal tersebut berikut dengan bunganya. Perbedaan ini disebabkan perusahaan sewa guna usaha mengharapkan keuntungan justru dari penjualan barang modal yang disewa guna usahakan atau melalui beberapa kontrak sewa guna usaha lainnya. Perusahaan sewa guna usaha dalam operating lease biasanya bertanggung jawab atas biaya – biaya pelaksanaan sewa guna usaha seperti asuransi, pajak maupun pemeliharaan barang modal yang bersangkutan.
3.      Sales – typed lease (sewa guna usaha penjualan)
Suatu transaksi sewa guna usaha, dimana produsen atau pabrikan juga berperan sebagai perusahaan sewa guna usaha sehingga jumlah traksaksi termasuk bagian laba sudah diperhitungkan oleh produsen atau pabrikan.
4.      Leveraged Lease
Suatu transaksi sewa guna usaha, selain melibatkan lessor dan lessee juga melibatkan bank atau kreditor jangka panjang yang membiayai bagian terbesar transaksi.
5.      Cross Border Lease
Transaksi pada jenis ini merupakan suatu transaksi leasing yang dilakukan dengan melewati batas suatu negara. Dengan demikian antara lessor dan lesse yang dilakukan dengan melewati batas suatu negara. Dengan demikian antara lessor dan lesse terletak pada dua negara berbeda.
C.           Lessee
Perlakuan akuntansi untuk transaksi Leasing disesuaikan dengan jenis sewanya masing-masing:
Kejadian-kejadian yang terjadi di perusahaan setelah diidentifikasi barulah dilakukan pencatatan. Berikut ini akan dijelaskan cara memperlakukan transaksi yang terjadi menurut Standar Akuntansi Keuangan (PSAK no. 30). Perlakuan akuntansi berbeda-beda pada tiap transaksi pada setiap jenis lease.
1.  Pada Capital Lease
a)      Transaksi sewa guna usaha diperlakukan dan dicatat sebagai aktiva tetap dan kewajiban pada awal masa sewa guna usaha sebesar nilai tunai dari seluruh pembayaran sewa guna usaha ditambah nilai sisa (harga opsi) yang harus dibayar oleh penyewa guna usaha pada akhir masa sewa guna usaha. Selama masa sewa guna usaha setiap pembayaran sewa guna usaha dialokasikan dan dicatat sebagai angsuran pokok kewajiban sewa guna usaha dan beban bunga berdasarkan tingkat bunga yang diperhitungkan terhadap sisa kewajiban penyewa guna usaha.
b)      Tingkat diskonto yang digunakan untuk menentukan nilai tunai dari pembayaran sewa guna usaha adalah tingkat bunga yang dibebankan oleh perusahaan sewa guna usaha atau tingkat bunga yang berlaku pada awal sewa guna usaha.
c)      Aktiva yang disewaguna usahakan harus diamortisasi dalam jumlah yang wajar berdasrskan taksiran masa manfaatnya.
d)      Kalau aktiva yang disewa guna usaha dibeli sebelum berakhirnya masa sewa guna usaha, maka perbedaan antara pembayaran yang dilakukan dengan sisa kewajiban dibebankan atau dikreditkan pada tahun berjalan.
e)      Kewajiban sewa guna usaha harus disajikan sebagai kewajiban lancar dan jangka panjang sesuai praktek yang lazim untuk jenis usaha penyewa guna usaha.
f)       Dalam hal melakukan penjualan dan penyewaan kembali (sales and leaseback) maka transkasi tersebut haru dilakukan sebagai dua transaksi terpisah, yaitu transaksi penjualan dan trandsaksi sewa guna usaha. Selisih antara harga jual dan nilai buku aktiva yang dijual harus diakui dan dicatat sebagai keuntungan atau kerugian yang ditangguhkan. Amortisasi atas keuntungan atau kerugian yang ditangguhkan harus dilakukan secara perporsional dengan biaya amortisasi aktiva yang disewa guna usaha apabila leaseback merupakan capital lease atau secara proporsional dengan biaya sewa apabila leaseback merupakan operating lease.
2.   Pada Sewa Menyewa Biasa (Operating Lease)
Pembayaran sewa guna usaha selama tahun berjalan merupakan biaya sewa yang diakui dan dicatat berdasarkan metode garis lurus selama masa sewa guna usaha, meskipun pembayaran sewa guna usaha dilakukan dalam jumlah yang tidak sama pada setiap periode.
Barang modal yang disewagunausahakan harus diperlakukan dan dicatat sebagai aktiva sewa guna usaha berdasarkan harga perolehan. Penyusutan aktiva yang disewagunausahakan harus dilukan dalam jumlah yang layak berdasarkan taksiran masa manfaatnya. Kalau aktiva yang disewagunausahakan dijual maka perbedaan antara nilai buku dan harga jual harus diakui dan dicatat sebagai keuntungan atau kerugian tahun berjalan.
Untuk memudahkan memahami penjelasan diatas dibawah ini disajikan ilustrasi sederhana atas perlakuan akuntansi finance lease.
Tanggal 1 April 2010 Andi melakukan transaksi finance lease sebuah Truk senilai          Rp. 90.000.000, nilai residu aset diperkirakan sebesar Rp. 20.000.000 jangka waktu sewa selama 6 tahun dengan tingkat bunga sebesar 12 % per tahun. Umur ekonomis aktiva 8 tahun.Metode penyusutan garis lurus.
Perhitungan :
Nilai aktiva                     Rp. 90.000.000
nilai sewa per bulan :      Rp. 90.000.000 / 72 bulan
= Rp 1.250.000/bulan
Beban Bunga                
 = Rp 900.000/bulan
Penyusutan     =     
=    Rp 729.200/bulan
Jurnal yang dibuat oleh Lessee adalah sebagai berikut :
1 April 2010 Jurnal pada awal perjanjian
Aset lease                                                          Rp. 90.000.000
Utang lease                                                                             Rp. 90.000.000

1 April 2010 Saat pembayaran sewa pertama
Utang lease                                                        Rp. 1.250.000
Beban bunga                                                      Rp.    900.000
Kas bank                                                                                 Rp. 2.150.000

30 April 2010 Pengakuan penyusutan aset
Beban Depresiasi Aset Lease                            Rp. 729.200
Akumulasi Depresiasi aset lease                                             Rp.   729.200

Akuntansi Lease
a.      Akuntansi untuk Lease Operasi – Lesse
Dalam hal sewa guna usaha diperlakukan sebagai operating lease, transaksi leasing oleh pihak penyewa dicatat sebagai transaksi sewa-menyewa biasa. Dengan demikian pembayaran sewa berkala dicatat debet akun Beban Sewa, dan kredit akun Kas. Apabila dalam perjanjian sewa guna usaha ditetapkan pembayaran berkala dalam jumlah yang berbeda, beban sewa untuk setiap periode dihitung dengan menggunakan Metode Garis Lurus (Straight Line Method).
Contoh 1:
Misalkan persyaratan lease untuk peralatan pabrik adalah pembayaran biaya lease sebesar Rp 40.000 setiap tahun. (pembayaran tiap tahunnya sama).
Jurnal pembayaran sewa setahun adalah:
Beban Sewa    Rp 40.000
Kas                              Rp 40.000
* Lease operasi dengan pembayaran sewa yang berbeda 
Jika pembayaran sewa berbeda selama periode lease, maka:
1.      Beban sewa harus diakui berdasarkan garis lurus, kecuali basis lain yang sistematik dan masuk akal lebih menggambarkan pola waktu di mana manfaat penggunaan diperoleh dari harta yang di lease.
2.      Pada saat mencatat beban sewa, perbedaan di antara pembayaran aktual dengan debit ke beban akan dilaporkan sebagai hutang sewa atau sewa dibayar dimuka, tergantung pada apakah pembayaran semakin besar atau semakin kecil.
Contoh 2:
Persyaratan lease pesawat oleh Garuda Airlines, menetapkan pembayaran Rp150.000 setahun untuk 2 tahun pertama dan Rp250.000 untuk 3 tahun berikutnya. Maka Total pembayaran lease selama 5 tahun menjadi Rp1.050.000 atau Rp210.000 setahun (garis lurus).
Perhitungan: 
Tahun 1           Rp 150.000 
Tahun 2           Rp 150.000
Tahun 3           Rp 250.000
Tahun 4           Rp 250.000
Tahun 5           Rp 250.000 +             
Total             Rp 1.050.000 / 5 tahun = 210.000 / tahun
Simpulan : pengakuan biaya berdasarkan garis lurus sebesar Rp 210.000
Ayat jurnal untuk 2 tahun pertama:
Beban Sewa    Rp 210.000
                        Kas                              Rp 150.000
                        Hutang Sewa              Rp   60.000
Jurnal untuk masing-masing selama 3 tahun berikutnya menjadi:
Beban Sewa    Rp 210.000
Hutang Sewa              Rp 40.000
                        Kas                              Rp 250.000
Bagian hutang sewa yang jatuh tempo pada tahun berikutnya akan digolongkan sebagai kewajiban lancar.
Contoh 3:
PT. SAMUDRA menyewa peralatan pabrik dari PT. SAKURA untuk masa sewa 5 tahun dengan syarat sebagai berikut :
1.      Sewa dibayar dimuka tiap tgl 2 Januari. Untuk tahun pertama jatuh pada tanggal 2 Januari 2001.
2.      Jumlah sewa tahun pertama dan kedua masing-masing sebesar Rp 30.000.000 Sementara untuk tahun ketiga , keempat dan kelima masing-masing Rp 20.000.000
Dari data contoh diatas, jumlah sewa untuk masa 5 tahun adalah 2 x Rp 30.000.000 + 3 x Rp 20.000.000. Dengan menggunakan metode garis lurus, jumlah sewa tiap tahun adalah Rp 120.000.000 : 5 = Rp 24.000.000
Pembayaran sewa untuk tahun 2001 sebesar Rp 30.000.000 dicatat dengan jurnal sebagai berikut:
Jan. 2   Beban Sewa                            Rp 24.000.000
Sewa Dibayar Dimuka            Rp   6.000.000
Kas                                                      Rp 30.000.000
Pembayaran sewa untuk tahun 2002 sebesar Rp. 30.000.000 dicatat dengan jurnal sebagai berikut:
Jan. 2   Beban Sewa                            Rp 24.000.000
Sewa Dibayar Dimuka            Rp   6.000.000
Kas                                                      Rp 30.000.000
Pembayaran sewa untuk tahun 2003 (tahun ketiga) sebesar Rp 20.000.000 dicatat dengan jurnal sebagai berikut:
Jan. 2   Beban Sewa                            Rp 24.000.000
Sewa Dibayar Dimuka                        Rp   4.000.000
Kas                                                      Rp 20.000.000
Demikian pula untuk pembayaran sewa tahun keempat dan kelima, dicatat dengan jurnal seperti ada pembayaran sewa tahun ketiga diatas, sehingga akun Sewa Dibayar Dimuka selama masa sewa guna usaha (secara keseluruhan) akan tampak seperti dibawah ini:
Sewa Dibayar Dimuka
Jan. 2, 2001 Rp. 6.000.000
Jan. 2, 2002 Rp. 6.000.000
Jan. 2, 2003 Rp. 4.000.000
Jan. 2, 2004 Rp. 4.000.000
Jan. 2, 2005 Rp. 4.000.000
Pada akhir masa guna, akun Sewa Dibayar Dimuka tidak mempunyai saldo. Ada kalanya sewa pada tahun-tahun pertama lebih kecil daripada sewa tahun-tahun terakhir.
Misalnya : dari data contoh diatas, sewa pada tahun pertama, kedua dan ketiga masing-masing sebesar Rp 20.000.000. Sementara sewa untuk tahun keempat dan kalimat masing-masing Rp 30.000.000. Dalam hak demikian, pembayaran sewa untuk pertama, kedua, dan ketiga, masing-masing dicatat dalam jurnal berikut :
Jan. 2   Beban sewa                             Rp 24.000.000
Hutang Sewa                                      Rp   4.000.000
Kas                                                      Rp 20.000.000
Pembayaran sewa untuk tahun keempat dan kelima, masing-masing dicatat dengan jurnal sebagai berikut :
Jan. 2   Beban Sewa                            Rp 24.000.000
Hutang Sewa                          Rp   6.000.000
Kas                                                      Rp 30.000.000
Dalam hal jatuh tempo pembayaran sewa pada saat periode akuntansi sedang berjalan, misalnya dari data pada contoh dimuka, pembayaran sewa untuk tahun 2001 jatuh pada tanggal 1 April 2001. Dalam hal demikian pada akhir periode harus dibuat penyesuaian. Jurnal penyesuaian yang dibuat 31 Desember 2001, sebagai berikut :
Des.31 Sewa Dibayar Dimuka            Rp 6.000.000
Beban Sewa                                        Rp 6.000.000
(mencatat sewa bulan Januari, Februari dan Maret 2002 yang telah dibayar tahun 2001)
Sehubungan dengan Pos jurnal penyesuaian di atas, pada awal periode tahun 2002, dibuat jurnal pembalik sebagai berikut :
Jan. 2   Beban Sewa                            Rp 6.000.000
Sewa Dibayar Dimuka                        Rp 6.000.000

b.      Lease Modal (Capital Lease)
Apabila suatu sewa guna usaha memenuhi kriteria untuk di perlakukan sebagai capital lease, transaksi leasing dicatat oleh pihak penyewa sebagai suatu transaksi pembelian aktiva tetap dengan syarat kredit jangka panjang. Dengan demikian dicatat debet pada akun Aktiva Sewa Guna Usha dan kredit akun hutang.
Aktiva sewa guna asaha dinilai berdasarkan harga terendah antara harga pasar wajar, dengan jumlah sewa terendah yang dibayar selama masa sewa guna usaha, ditambah dengan harga beli atau nilai residu aktiva yang bersangkutan pada ahir masa sewa yang telah disepakati bersama.
Aktiva sewa guna usaha olek pihak penyewa harus disusutkan dengan menerapkan metode penyusutan yang biasa digunakan. Apabila kontrak sewa guna usaha mencantumkan adanya pengalihan hak milik, atau adanya hak bagi penyewa untuk membeli aktiva sewa guna usahaa dan ahir masa sewa, maka usia ekonomis aktiva yang bersangkutan dijadikan dasar untuk menentukan besarnya penyusutan. Sementara jika dalam kontrak sewa guna usaha tidak menyebutkabn dua kriteria tersebut diatas, untuk menentukan jumlah penyusutan digunakan masa sewa guna usaha sebagai usia penggunaan aktiva tetap yang bersangkutan.
Didalam jumlah sewa yang dibayar secara berkala, mengandung unsur harga aktiva sewa guna usaha dan beban bunga. Oleh karena itu setiap pembayaran sewa, dipisahkan menjadi jumlah pembayaran hutang yang merupakan sewa terendah, dan jumlah pembayaran beban bunga.
Sebagai ilustrasi pencatatan sewa guna usaha yang diperlakukan sebagai capital lease pada pihak penyewa, misalkan PT. GIONI menyewa peralatan dari PT> JAYA SARANA. Ketentuan sewa guna usaha, sebagai berikut :
1.      Masa sewa guna usaha selama 5 tahun, dengan syarat tidak dapat dibatalkan.
2.      Sewa tiap tahun Rp 20.000.000 dibayar dimuka tiap tanggal 1 Januari. Sewa tahun pertama jatuh pada tgl 1 januari 2000.
3.      Biaya pelaksanaan selam masa sewa (executory Cost) dibayar oleh penyewa.
4.      Tidak mada ketentuan yang menyebutkan adanya pengalihan hak milik dan hak bagi penyewa untuk membeli pada ahir masa sewa.
Data lain sehubungan dengan transaksi leasing di atas adalah sebagai berikut :
1.      Harga pasar wajar peralatan yang disewa sebesar Rp 82.000.000
2.      Usia ekonomis peralatan yang bersangkutan selama 5 tahun.
3.      PT. JAYA SARANA memperhitungkan bunga 12% setahun.
4.      PT. GIONI menyusutkan aktiva tetap dengan Metode Garis Lurus.
Untuk menentukan nilai sewa guna uasah harus dihitung dulu nilai tunai untuk tingkat bunga 12%, masa sewa 5 tahun dengan pembayaran dimuka yaitu 4,03733. Dengan deimkian nilai tunai sewa terendah dari data contoh diatas adalah 4,03733 x Rp 20.000.000,00 = Rp 80.746.600. Jumlah tersebut lebih besar dbanding 90% x Rp 82.000.000 (harga pasar wajar aktiva yang bersangkutan).
Hasil perhitungan diatas dijadikan dasar untuk memberlakukan sewa guna usaha pada contoh diatas sebagai capital lease. Dengan nilai Rp 80.746.600. Jumlah ini dicatat debet pada akun Peralatan Sewa dari Lease Modal. Selanjutnya setiap akhir periode disusutkan (didepresiasi) dengan metode garis lurus.

c.       Akuntansi untuk Lease Jenis Penjualan (Accounting for Sales-type Leases)
Akuntansi untuk lease jenis penjualan menambah satu ukuran lagi untuk pendapatan lessor, yaitu laba atau kerugian langsung yang merupakan selisih antara harga jual aktiva lease dengan harga pokok lessor dalam memproduksi atau membeli aktiva tersebut.
Tiga nilai yang harus diidentifikasikan untuk menentukan unsur-unsur rugi laba yaitu sebagai berikut:
1.      Pembayaran lease minimum, yaitu pembayaran sewa selama masa lease setelah dikurangi biaya eksekutori yang termasuk didalamnya ditambah jumlah yang dibayarkan menurut opsi pembelian dengan harga murah atau jaminan atas nilai residual.
2.      Nilai pasar aktiva yang wajar.
3.      Harga perolehan aktiva bagi lessor yang diperbesar oleh setiap biaya langsung awal.

d.      Akuntansi untuk Transaksi Jual dan Lease Kembali (Accounting for Sale Leaseback Transactions)
Aspek khusus dari lease ini adalah adanya perjanjian dimana satu pihak menjual harta kepada pihak kedua, kemudian pihak pertama melease harta itu kembali. Jika penjualan itu menghasilkan laba, maka laba itu harus ditangguhkan dan diamortisasikan secara proporsional dengan amortisasi harta yang dilease jika lease itu merupakan lease modal atau proporsioanl dengan pembayaran sewa jika lease itu merupakan suatu lease operasi. Jika transaksi itu menimbulkan kerugian karena nilai pasar yang wajar dari harta lebih rendah dari harga perolehan yang belum disusutkan, maka kerugian tersebut harus diakui.
Contoh 4:
Tanggal 1 januari 1988, PT Makmur menjual sebuah gudang yang mempunyai nilai buku sebesar Rp 5.500.000 kepada PT Asco seharga Rp 7.500.000 dan segera melease gudang itu kembali.
 Keadaan berikut melingkupi transaksi berikut:
·         Nilai tanah lebih rendah 25% dari total nilai pasar yang wajar
·         Periode lease selama 10 tahun, tidak dapat dibatalkan. Pembayaran sewa yang sama sebesar Rp 1.071.082 dibayarkan pada awal setiap tahun.
·         Pada tanggal 1 januari 1988, gudang itu mempunyai nilai wajar Rp 7.500.000 dan taksiran umur ekonomis 20 tahun. Penyusutan garis lurus digunakan untuk semua aktiva yang dimiliki
·         Lease mempunyai opsi untuk memperbaharui lease dengan pembayaran Rp 100.000 per tahun selama 10 tahun, yaitu selama sisa umur ekonomisnya.
Dari data diatas, dapat disimpulkan bahwa lease dikualifikasikan sebagai lease modal.
Jurnal bagi Penjual Lease (PT Makmur) :
1 Jan    Kas                                                                  Rp 7.500.000
                        Gudang                                                                       Rp 5.500.000
                        Laba yang diterima dimuka dari gudang dan
lease kembali (penjualan gudang semula)                   Rp 2.000.000
1 Jan    Gudang yang dilease                                      Rp 7.500.000
                        Kewajiban menurut lease modal                                 Rp 6.428.918
                        Kas (lease gudang, termasuk pembayaran I)              Rp 1.071.082
31 Des Beban amortisasi gudang yang dilease           Rp    375.000
                        Akumulasi Amortisasi Gudang yang dilease              Rp    375.000
            (Amortisasi gudang selama 20 tahun = Rp 7.500.000/20)
31 Des Beban bunga                                                   Rp    642.892
            Kewajiban menurut lease modal                     Rp    428.190
                        Kas (pembayaran lease kedua,
beban bunga= Rp 6.428.918*10% )                           Rp 1.071.082 
31 Des Laba diterima dimuka atas
jual dan lease kembali                                     Rp 100.000
                        Pendapatan dari jual dan lease kembali                      Rp 100.000
Jurnal bagi pembeli lease (PT.Asco) :
1 Jan    Gudang           Rp 7.500.000
Kas                              Rp 7.500.000

1 Jan    Kas                                                      Rp   1.071.082
            Piutang pembayaran lease minimum   Rp 10.639.738
                        Gudang                                                                       Rp 7.500.000
                        Pendapatan bunga diterima dimuka                           Rp 4.210.820
Total piutang:
(10 * 1.071.082) + (10 * 100.000)
= Rp 11.710.820
11.710.820 - 1.071.082
= Rp 10.639.738







DAFTAR PUSTAKA
(diakses pada hari rabu,24 April 2013.Pukul 21:00)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar