selamat datang di rumah singgah penambah pengetahuan

SelaMat daTang di ruMah Singgah Penambah peNgeTahuan

Sabtu, 31 Agustus 2013

MAKALAH Z-SCORE




MAKALAH Z-SCORE
PENDAHULUAN..
Kebangkrutan merupakan masalah yang sangat esensial yang harus diwaspadai oleh perusahaan. Karena jika perusahaan sudah terkena bangkrut, maka perusahaan tersebut benar-benar mengalami kegagalan usaha. Untuk itu perusahaan harus sedini mungkin melakukan berbagai analisis terutama analisis yang menyangkut kebangkrutan perusahaan. Dengan analisis ini maka sangat bermanfaat bagi perusahaan untuk melakukan antisipasi yang diperlukan.
Analisis kebangkrutan dilakukan untuk memperoleh peringatan awal kebangkrutan. Semakin awal tanda-tanda kebangkrutan tersebut, semakin baik bagi pihak manajemen karena pihak manajemen bisa melakukan perbaikan-perbaikan, agar kebangkrutan tersebut benar-benar tidak terjadi pada perusahaan dan perusahaan dapat mengantisipasi atau membuat strategi untuk menghadapi jika kebangkrutan benar-benar menimpa perusahaan.
Berbagai analisis dikembangkan untuk memprediksi awal kebangkrutan perusahaan. Analisis yang banyak digunakan saat ini adalah analisis diskriminan Altman dimana analisis ini mengacu pada rasio-rasio keuangan perusahaan. Rasio menggambarkan suatu hubungan atau perimbangan antara suatu jumlah tertentu dengan jumlah yang lain, dan dengan menggunakan alat analisis berupa rasio ini akan dapat menjelaskan atau memberi gambaran kepada analisis tentang baik buruknya keadaan atau posisi keuangan suatu perusahaan terutama apabila angka rasio itu dibandingkan dengan angka rasio pembanding yang digunakan sebagai standart, yang sedang digunakan dalam analisis yaitu laporan neraca dan laporan rugi laba.











BAB II
PEMBAHASAN

A.      Defenisi  Z-Score
Studi yang dilakukan Altman (1968) dengan menggunakan Multivariate Discriminant Analysis untuk menentukan model yang disebut Z-Score, yaitu score dari kombinasi rasio-rasio keuangan untuk menentukan prediksi kesulitan keuangan perusahaan. Variabel yang digunakan dalam model meliputi: Working capital to total assets, Retained earning to total assets, EBIT to total assets, Market value of equity to book value of total liabilities, Sales to total assets. Kelima rasio yang digunakan tersebut ternyata bisa digunakan untuk mendeteksi kebangkrutan perusahaan. (Rame,2006).
Analisis Z-Score menurut Hanafi, Mamduh dan Halim (2003) adalah model prediksi kebangkrutan sudah dikembangkan ke beberapa Negara. Altman (1983,1984) melakukan survei model-model yang dikembangkan di Amerika Serikat, Jepang, Jerman, Swiss, Brasil, Australia, Inggris, Irlandia, Kanada, Belanda dan Perancis. Salah satu masalah yang bisa dibahas adalah apakah ada kesamaan rasio keuangan yang bisa dipakai untuk prediksi kebangkrutan untuk semua negara, ataukah mempunyai kekhususan.
Kebangkrutan  menurut  kamus  ekonomi  (2005)  adalah  kepailitan;  pernyataan tentang  ketidakmampuan  membayar  utang  -  utang,  sehingga  kepemilikan  aktiva perusahaan dipindahkan atau ditransfer dari pemegang saham kepada pemberi utang. Pendapat  yang  berbeda  diungkapkan  oleh  Hanafi, Mamduh dan Halim (2003) dimana  kebangkrutan  disebut  dengan  kesehatan  keuangan.  Kesehatan  keuangan  ini digambarkan  dengan  adanya  dua  titik  ekstrem  yaitu  kesulitan  likuiditas  jangka pendek   (yang   paling ringan)   sampai   insolvabel   (yang   paling   parah).   Kesulitan keuangan   jangka   pendek   biasanya   bersifat   sementara,   tetapi   bisa   berkembang menjadi  parah.  Kesulitan  keuangan  bisa  dilihat  sebagai  kontinum  yang  panjang,
Analisis prediksi kebangkrutan merupakan analisis yang dapat membantu perusahaan untuk mengantisipasi kemungkinan perusahaan akan mengalami kebangkrutan yang disebabkan oleh masalah-masalah keuangan. Metode Z-Score (Altman) adalah skor yang ditentukan dari hitungan standar kali nisbah-nisbah keuangan yang akan menunjukkan tingkat kemungkinan kebangkrutan perusahaan (Supardi, 2003:73).
Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa metode Z-Score (Altman) adalah suatu alat yang memperhitungkan dan menggabungkan beberapa rasio-rasio keuangan tertentu dalam perusahaan dalam suatu persamaan diskriminan yang akan menghasilkan skor tertentu yang akan menunjukkan tingkat kemungkinan kebangkrutan perusahaan.

B.       Tujuan Analisis Z - Score
Tujuan   analisis   z-score adalah  untuk  mengingatkan  akan  masalah  keuangan  yang  mungkin  membutuhkan perhatian serius dan menyediakan petunjuk untuk bertindak. Hanafi, Mamduh dan Halim (2003) memberikan  beberapa  tujuan  dari  analisis  z-score dilihat dari manfaat informasi kebangkrutan pada beberapa pihak, yaitu :
  1. Pemberi pinjaman (seperti pihak bank). Informasi kebangkrutan bisa bermanfaat untuk   mengambil   keputusan   siapa   yang   akan   diberi   pinjaman,   dan   untuk kebijakan memonitor pinjaman yang ada.
  2. Investor.   Investor   saham   atau   obligasi   yang   dikeluarkan   oleh   perusahaan tentunya   akan   sangat   penting   untuk   meilhat   kemungkinan   bangkrut   atau tidaknya   perusahaan   yang   menjual   surat   berharga   tersebut   selain   itu   juga prediksi  kebangkrutan  ini  untuk  melihat  tanda  -  tanda  kebangkrutan  seawal mungkin dan kemudian mengantisipasi kemungkinan tersebut.
  3. Pihak   Pemerintah.   Pada   sektor   usaha,   lembaga   pemerintahan   mempunyai tanggung   jawab   untuk   mengawasi   jalannya   usaha   tersebut   (misal   sektor perbankan). Lembaga pemerintah mempunyai kepentingan untuk melihat tanda-tanda  kebangkrutan  lebih  awal  supaya  tindakan  -  tindakan  yang  perlu  bisa dilakukan lebih awal
  4. Akuntan.  Akuntan  mempunyai  kepentingan  terhadap  informasi  kelangsungan suatu  usaha  karena  akuntan  akan  menilai  kemampuan  going  concern  suatu perusahaan.
  5. Manajemen.  Kebangkrutan  berarti  munculnya  biaya  -  biaya  yang  berkaitan dengan   kebangkrutan   dan   biaya   ini   cukup   besar.   Apabila   manajemen   bisa mendeteksi kebangkrutan ini lebih awal, maka tindakan – tindakan penghematan bisa  dilakukan,  misal  dengan  merger  atau  restrukturisasi  keuangan  sehingga biaya kebangkrutan bisa dihindari.

C.       Faktor-faktor Penyebab Terjadinya kebangkrutan
Menurut Jauch dan Glueck dalam Adnan (2000:139) faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya kebangkrutan pada perusahaan adalah :
a. Faktor Umum
1) Sektor ekonomi
Faktor-faktor penyebab kebangkrutan dari sektor ekonomi adalah gejala inflasi dan deflasi dalam harga barang dan jasa, kebijakan keuangan, suku bunga dan devaluasi atau revaluasi uang dalam hubungannya dengan uang asing serta neraca pembayaran, surplus atau defisit dalam hubungannya dengan perdagangan luar negeri.
2) Sektor sosial
Faktor sosial sangat berpengaruh terhadap kebangkrutan cenderung pada perubahan gaya hidup masyarakat yang mempengaruhi permintaan terhadap produk dan jasa ataupun cara perusahaan berhubungan dengan karyawan. Faktor sosial yang lain yaitu kerusuhan atau kekacauan yang terjadi di masyarakat.
3) Teknologi
Penggunaan teknologi informasi juga menyebabkan biaya yang ditanggung perusahaan membengkak terutama untuk pemeliharaan dan implementasi. Pembengkakan terjadi, jika penggunaan teknologi informasi tersebut kurang terencana oleh pihak manajemen, sistemnya tidak terpadu dan para manajer pengguna kurang profesional.
4) Sektor pemerintah
            Pengaruh dari sektor pemerintah berasal dari kebijakan pemerintah terhadap pencabutan subsidi pada perusahaan dan industri, pengenaan tariff ekspor dan impor barang berubah, kebijakan undang-undang baru bagi perbankan atau tenaga kerja dan lain-lain.
b. Faktor Eksternal Perusahaan
          1) Faktor pelanggan atau nasabah
Perusahaan harus bisa mengidentifikasi sifat konsumen, karena berguna untuk menghindari kehilangan konsumen, juga untuk menciptakan peluang untuk menemukan konsumen baru dan menghindari menurunnya hasil penjualan dan mencegah konsumen berpaling ke pesaing.
           2) Faktor pemasok/kreditur
Kekuatannya terletak pada pemberian pinjaman dan mendapatkan jangka waktu pengembalian hutang yang tergantung kepercayaan kreditor terhadap kelikuiditasan suatu bank.

          3) Faktor pesaing
Faktor ini merupakan hal yang harus diperhatikan karena menyangkut perbedaan pemberian pelayanan kepada nasabah, perusahaan juga jangan melupakan pesaingnya karena jika produk pesaingnya lebih diterima oleh masyarakat perusahaan tersebut akan kehilangan nasabah dan mengurangi pendapatan yang diterima.
 
c. Faktor Internal Perusahaan
Faktor-faktor yang menyebabkan kebangkrutan secara internal menurut Harnanto dalam Adnan (2000:140) sebagai berikut :
1) Terlalu besarnya kredit yang diberikan kepada nasabah sehingga akan menyebabkan adanya penunggakan dalam pembayaran sampai akhirnya tidak dapat membayar.
2) Manajemen tidak efisien yang disebabkan karena kurang adanya kemampuan, pengalaman, ketrampilan, sikap inisiatif dari manajemen.
3) Penyalahgunaan wewenang dan kecurangan dimana sering dilakukan oleh karyawan, bahkan manajer puncak sekalipun sangat merugikan apalagi yang berhubungan dengan keuangan perusahaan.

Manfaat Informasi Prediksi Kebangkrutan
Secara umum pemakai data informasi kebangkrutan bank dapat dikelompokan ke dalam dua kelompok yaitu: pemakai internal adalah pihak manajemen yang bertanggung jawab terhadap pengelolaan perusahaan harian (jangka pendek) dan jangka panjang, sedangkan pemakai eksternal yaitu investor atau calon investor yang meliputi pembeli atau calon pembeli saham atau obligasi, kreditor atau peminjam dana bank, dan pemakai lain seperti karyawan, analisis keuangan, pialang saham, supplier, pemerintah (berkaitan dengan pajak) dan Bapepam (berkaitan dengan perusahaan yang go publik). Informasi tentang prediksi kebangkrutan suatu perusahaan akan sangat bermanfaat bagi beberapa kalangan.
Menurut Hanafi (2000:261) informasi kebangkrutan dapat bermanfaat untuk :
a. Pemberi pinjaman
Informasi kebangkrutan bisa bermanfaat untuk pengambilan keputusan siapa yang akan diberi pinjaman, dan kemudian bermanfaat untuk mengambil kebijakan memonitor pinjaman yang ada.
b. Investor
Investor saham atau obligasi yang dikeluarkan oleh suatu perusahaan tentunya akan sangat berkepentingan melihat adanya kemungkinan bangkrut atau tidaknya perusahaan yang menjual surat berharga tersebut. Investor yang menganut strategi aktif akan mengembangkan model prediksi kebangkrutan untuk melihat tanda–tanda kebangkrutan seawal mungkin dan kemudian mengantisipasi kemungkinan tersebut.
c. Pemerintah
Pada beberapa sektor usaha, lembaga pemerintah mempunyai tanggung jawab untuk mengatasi jalannya usaha tersebut. Pemerintah mempunyai kepentinganuntuk melihat tanda-tanda kebangkrutan lebih awal supaya tindakan-tindakan yang perlu bisa dilakukan lebih awal.
d. Akuntan
Akuntan mempunyai kepentingan terhadap informasi kelangsungan suatu usaha karena akuntan akan menilai kemampuan going concern suatu perusahaan.
e. Manajemen
Informasi kebangkrutan digunakan untuk melakukan langkah-langkah preventif sehinggga biaya kebangkrutan bisa dihindari atau dapat diminimalisir.

Hubungan antara Analisis Diskriminan dengan Penentuan Kebangkrutan pada Perusahaan
Dengan mengetahui nilai Z, dapat diketahui apakah perusahaan menghadapi masalah yang serius  atau tidak. Dengan analisis Z score management dapat memprediksikan bagaimana prospek perusahaan di masa mendatang dalam menjaga kelangsungan hidup perusahaan dan resiko kegagalan semakin berkurang.
Tujuan menghitung nilai Z adalah memperingatkan adanya problem keuangan yang membutuhkan perhatian serius dan pengarahan bila nilai Z lebih rendah dari Z yang diharapkan, maka kita harus memeriksa apa yang menjadi penyebabnya. Model Z score dapat membantu menganalisis dan mencari-cari masalah yang potensial dari perusahaan yang akan melakukan merger membantu pengambilan keputusan pemberi kredit/membantu pengambilan keputusan memberi kredit/membantu investor untuk memilih saham-saham perusahaan yang mungkin beresiko.Langkah-langkah untuk mengevaluasi hasil perhitungan nilai Z dapat dilakukan:
a. Membandingkan nilai Z terakhir dengan nilai Z tahun sebelumnya jika terjadi penurunan  maka dicari penyebab penurunan nilai tersebut.
b. Mengadakan perbandingan nilai Z perusahaan yang dianalisa dengan perusahaan lain.
D.      Rasio-Rasio Keuangan Metode Z-Score (Altman)
Metode Z-Score (Altman) menggunakan berbagai rasio untuk menciptakan alat prediksi kesulitan. Karakteristik rasio tersebut digunakan untuk mengidentifikasi kemungkinan kesulitan keungan masa depan. Kesulitan keungan tersebut akan tergambar pada rasio-rasio yang telah diperhitungkan. Terdapat lima rasio-rasio keungan yang digunakan dalam metode ini.
Rasio-rasio keuangan yang digunakan dalam metode Z-Score (Altman), salah satu diantaranya dikemukakan oleh Darsono, dkk. (2004:106) di bawah ini.
WCTA (Working capital to total asset atau modal kerja dibagi total aset), RETA (Retained earning to total asset atau laba ditahan dibagi total aktiva), EBITTA (Earning before interest and taxes to total asset atau laba sebelum pajak dan bunga dibagi total aktiva), MVEBVL (Market value of equity to book value of liability atau nilai pasar sekuritas dibagi dengan nilai buku utang), dan STA (Sales to total asset atau penjualan dibagi total aktiva).
Rasio-rasio ini digunakan khusus untuk perusahaan manufaktur yang go public. Perubahan rasio terjadi pada rasio MVEBVL (Market value of equity to book value of liability atau nilai pasar sekuritas dibagi dengan nilai buku utang) menjadi BVEBVL (Book Value of equity to book value og liability atau nilai buku modal dibagi dengan nilai buku utang) yang digunakan untuk perusahaan manufaktur yang tidak go public, karena perusahaan jenis ini tidak memiliki nilai pasar untuk ekuitasnya.
E.       Metode Pendekatan Peramalan Kebangkrutan
            Dalam penelitiannya Altman (1968) mengambil satu sampel yang terdiri dari 66 perusahaan manufaktur setengah diantaranya mengalami bangkrut. Altman memperoleh 22 rasio keuangan, dimana 5 diantaranya ditemukan paling berkontribusi pada model prediksi. Fungsi diskriminan yang ditemukan Altman pada tahun 1968 itu adalah sebagai berikut :
Z1 = 0,012X1 + 1,4X2 + 3,3X3 + 0,6X4 + 1.0X5
Dimana:          
X1 = Modal kerja/total aktiva
X2 = Laba yang ditahan/total aktiva
X3 = Laba sebelum bunga dan pajak/total aktiva
X4 = Nilai pasar modal saham/Nilai buku total hutang
X5 = Penjualan/total asset
Masalah lain yang perlu dipertimbangkan adalah banyaknya perusahaan yang tidak Go public, dengan demikian tidak mempunyai nilai dasar. Altman kemudian mengembangkan model alternatif dengan menggantikan nilai pasar menjadi nilai buku. Dengan demikian model tersebut dapat dipakai untuk perusahaan yang Go public dan tidak Go public. Persamaan yang diperoleh dengan cara semacam ini adalah sebagai berikut :
Z= 0,717X1 + 0,847X2 + 3,107X3 + 0,42X4 + 0,958X5
Dari rumus di atas dapat diketahui bahwa analisis diskriminan memuat 5 unsur yaitu X1 sampai X5, dimana:
X1 = Menyimpulkan bahwa suatu perusahaan yang berpotensi gagal mulai berkurang   investasinya untuk aktiva lancar. jadi bila dalam beberapa tahun investasi terhadap 5 aktiva lancarnya mengalami penurunan terus menerus maka perlu diwaspadi mengenai X1 yang merupakan unsur kebangkrutan.
 X2 =  Indikator profitabilitas kumulatif yang relatif terhadap penyusunan waktu, maka ini mengisyaratkannya bahwa semakin muda suatu perusahaan, semakin besar kemungkinannya untuk bangkrut, tetapi tidak menutup kemungkinan perusahaan yang besarpun mengalami kebangkrutan.
X3 =  Mencerminkan keseluruhan kekuatan perusahaan dalam mendatangkan pendapatan, melemahnay faktir ini merupakan indikator terbaik akan hadirnya kebangkrutan, karena berjalannya suatu perusahaan bergantung juga pada laba yang diperoleh perusahaan.
X4 =Mengembangkan solvabilitas/kemampuan finansial jangka panjang dari suatu perusahaan.
X5  =   Menunjukkan rasio perputaran modal yang menunjukkan besar kecilnya kemampuan manajemen untuk menjual aset-aset perusahaan atau bisa dikatakan seberapa jauh kemampuan aktiva menciptakan penjualan.
Dalam laporannya Altman menempatkan perusahaan menjadi dua kategori yaitu yang bangkrut dan yang tidak bangkrut. Dari hasil penelitian tersebut diperoleh nilai Z rata-rata kelompok perusahaan yang bangkrut sebesar –0,2599 dan rata-rata untuk perusahaan yang tidak bangkrut sebesar 4,8863. Sebagai patokan untuk mengkalsifikasikan perusahaan yang dipilih batas nilai Z sebesar 2,675 sebagai nilai kritis yang merupakan klasifikasi umum. Jadi perusahaan dengan skor nilai Z yang lebih besar diklasifikasikan sebagai perusahaan yang tidak pailit dan skor nilai Z yang kurang dari 2,675 diklasifikasikan sebagai perusahaan yang bangkrut (Weston & Copeland, 1995:289).
Titik cutoff model Altman berdasarkan nilai pasar adalah:
Nilai z score Keterangan
·         ≤ 1,81                 : Perusahaan tidak sehat
·         1,81-2,90            : Perusahaan dalam kondisi rawan
·         >2,90                  : Perusahaan sehat

Manfaat analisis diskriminan Altman
a. Analisis kredit (credit analysis): Pihak perbankan dapat mempergunakan analisis ini untuk menilai kesehatan calon debiturnya dalam analisis pemberian kredit.
b. Analisis investasi: Para investor dapat menggunakan analisis ini untuk menilai potensi kegagalan atau prospek dari perusahaan yang diminatinya.
c. Evaluasi kelangsungan hidup perusahaan: Untuk mengetahui potensi perusahaan dalam mempertahankan hidupnya.





















III
PENUTUP

Analisis kebangkrutan dilakukan untuk memperoleh peringatan awal kebangkrutan. Semakin awal tanda-tanda kebangkrutan tersebut, semakin baik bagi pihak manajemen karena pihak manajemen bisa melakukan perbaikan-perbaikan, agar kebangkrutan tersebut benar-benar tidak terjadi pada perusahaan dan perusahaan dapat mengantisipasi atau membuat strategi untuk menghadapi jika kebangkrutan benar-benar menimpa perusahaan.
Definisi analisis diskriminan altman adalah analisis diskriminasi yang menghasilkan suatu indeks yang memungkinkan klasifikasi dari suatu pengamatan menjadi satu dari beberapa pengelompokan yang bersifat apriori. Informasi tentang prediksi kebangkrutan suatu perusahaan akan sangat bermanfaat bagi beberapa kalangan, misalnya pihak manajemen, investor, kreditor, dan pemakai lain seperti karyawan, analisis keuangan, pialang saham, supplier, pemerintah (berkaitan dengan pajak) dan Bapepam (berkaitan dengan perusahaan yang go publik). Dengan Fungsi diskriminan yang ditemukan Altman pada tahun 1968 [Z1 = 0,012X1 + 1,4X2 + 3,3X3 + 0,6X4 + 1.0X5]. Tetapi timbul masalah yang menyebabkan Altman kemudian mengembangkan model alternatif dengan menggantikan nilai pasar menjadi nilai buku. Persamaan yang diperoleh dengan cara semacam ini adalah [Z= 0,717X1 + 0,847X2 + 3,107X3 + 0,42X4 + 0,958X5], persamaan ini digunakan sampai saat ini.














             
                                                            Daftar Pustaka


Tidak ada komentar:

Posting Komentar